Rasanya sungguh tidak fair tanpa memberi tahu berapa estimasi biaya yang harus dikeluarkan ketika ingin kesana. Karena percayalah pantai Bira masih bisa menjadi andalan tujuan wisata domestik. Dengan keindahan alam yang masih alami, ada banyak petualangan yang dijanjikan disana.
Untuk sampai ke Pantai Bira yang terletak di Kabupaten Bulukumba, tentu saja bisa ditempuh dengan berbagai cara. Anda bisa menggunakan motor ataupun mobil. Untuk anda yang senang dengan touring mungkin jarak 250 km tidak akan menjadi masalah. Tapi yang ingin liburan dengan aman damai sentosa, saya menyarankan anda menggunakan mobil saja untuk kesana.
Tidak mempunyai mobil pribadi? Anda bisa menggunakan mobil angkutan antar kabupaten. Biasanya mobil-mobil ini anda bisa temukan di Terminal Malengkeri. Karena disinilah semua pusat kegiatan berkendaraan ketika anda inginke arah Sungguminasa ke atas. Biaya yang harus anda persiapkan adalah 100 ribu untuk transportasi pergi-pulang. Kalau sampai di Bulukumba kota, biayanya hanya 40 ribu saja sekali jalan, tetapi ini anda harus minta diantar ke kawasan Pantai Bira sekitar 40 kilometer lagi dari Kota Bulukumba.
Pun ketika anda menggunakan jasa mobil rental harganya tidak akan jauh beda. Belum lagi ketika menggunakan mobil sewa anda harus memastikan semakin banyak orang yang harus turut serta urunan, supaya faktor pembagi menjadi semakin besar. Perbedaannya hanyalah ketika anda menggunakan mobil rental, anda bebas menentukan mau pergi kapan saja, mau singgah dimana saja, serta ada beberapa lokasi yang ingin didatangi selain di Bira.
Setelah sampai di Bira, dimana kita harus menginap? Tenang saja. Di sekitar pantai Bira ada berbagai penginapan yang bisa disewa. Tentu saja semuanya dengan kehandalan dan fasilitas masing-masing. Anda ingin ketika membuka jendela langsung bisa melihat laut dan debur ombak, ataukah ingin jalan sedikit untuk mencapai pantai. Anda bisa memilih untuk memakai sebuah kamar saja di penginapan, ataukan sekalian menyewa sebuah rumah. Tentu saja dilihat dari berapa orang yang anda ajak.
Kisaran harga yang standar adalah 150 ribu permalam. Biasanya untuk kamar dibatasi isinya adalah maksimal 4-5 orang. Jadi anda bisa mengestimasi sendiri berapa biaya per orang per malamnya. Ini tidak termasuk biaya makan. Hanya tempat saja.
Sekedar saran untuk memilih tempat, anda bisa mengambil penginapan yang lumayan jauh dari pantai. Yah sekitar 200 – 300 meter lah. Kenapa? Karena suasana sekitar pantai, di jalanan akan sangat ramai. Entah pagi, siang, ataupun malam. Untuk anda yang ingin bersantai atau istirahat sejenak, pasti akan merasa terganggu dengan suara orang berbicara, kendaraan yang lalu lalang, serta suara berisik lainnya. Jadi tidak apa-apa jalan sedikit tapi kenyamanannya terasa total.
Penginapan yang sarankan adalah Sunshine Guest House yang terletak sedikit di atas bukit. Tidak terlalu jauh dari pantai, tetapi jauh dari keriuhan. Sehingga ketika lelah sehabis bermain di pantai, kita bisa beristirahat dengan tenang di malam hari. Akses air bersihnya pun lumayan lancar. Ketika berbicara dengan beberapa tamu (yang semuanya bule) salah satu alasan mengapa mereka menyenangi tempat itu karena suasana teduh dan sepi itu tadi. Pantai masih terlihat dari balkon, dan kita bisa membaca sambil ditemani sepoi-sepoi angin gunung. Mantab!
Terakhir adalah biaya konsumsi. Apakah mahal? Untuk sedikit berhemat anda bisa saja membawa makanan dari Makassar atau daerah lain. Tapi tahan untuk berapa lama? Tidak perlu khawatir dengan masalah makanan. Banyak kios-kios sepanjang jalan menuju pantai yang bisa dinikmati. Tapi itu dia, menu andalan yang bisa dimakan apalagi kalau bukan mie instan + telur.
Ada beberapa bungalow atau penginapan besar yang menyediakan semacam kafe atau restoran didalamnya. Tapi saran saya kalau tidak mau langsung jatuh miskin, jangan coba-coba makan disana. Standar harganya adalah 30 – 35 ribu satu kali makan. Itupun biasanya hanya berupa satu menu saja.
Saran saya, cobalah cari kios Rahman atau kios H&R. Kalau anda ingin menikmati hidangan ikan atau cumi segar beserta sayuran, anda bisa mencoba makanan disini. Harganya juga sedikit mahal, tapi ada beberapa pilihan menu yang masih terjangkau. Kuncinya itu tadi, kalau anda berlibur bersama beberapa orang maka faktor pembaginya akan semakin besar. Anda bisa makan enak (dan banyak) hanya dengan 25 ribu rupiah per orang!
Jadi berapa total estimasi biaya yang harus dikeluarkan?
Kalau sendirian berarti 100 ribu (transportasi) + 150 ribu (penginapan) + 150 ribu (untuk 6 kali makan) dengan total 400 ribu.
Kalau dengan rombongan (misal 4 orang) berarti 100 ribu (transportasi) + 35 ribu (pernginapan) + 75 ribu (untuk 6 kali makan) dengan total 210 ribu.
Jadi silahkan rencanakan dengan matang rencana perjalanan anda, karena Pantai Bira layak untuk dikunjungi. Selamat berlibur!
Thursday, September 23, 2010
Trip to Bira #3 : Biaya Akomodasi dan Transportasi
Wednesday, September 22, 2010
Trip to Bira #2 : Liburan dan Sahabat
Ada banyak hal yang membuat trip kali ini tidak akan terlupakan. Semuanya seolah-olah bersatu padu untuk menggagalkan niat mulia kami untuk bersenang-senang. Mulai dari hujan, kecelakaan, stress karena pekerjaan, penginapan, semuanya membuat stress. Tapi disitulah tantangannya, ketika kami tidak peduli dengan itu semua serta berhasil tiba di Pantai Bira dengan sejahtera dan sentosa.
Biarkan saya memperkenalkan partner in crime saya di liburan kali ini. Mereka adalah Nanie dan Anbhar, sahabat yang telah berbagi tawa dan berbagi kegilaan dimanapun. Lalu ada Herman, sahabat yang selalu bisa diandalkan kapan pun, walaupun kadang keberadaannya susah dilacak bahkan dengan kompas sekalipun.
Sebenarnya trip ini ingin melibatkan banyak orang, tapi sekali lagi saya menegaskan sama Nanie, bahwa saya ingin bersantai. Ingin melepas penat di kepala. Bukan harus sibuk mengurusi kepentingan banyak orang dan banyak pihak. Belum lagi memastikan semuanya merasa nyaman atau tidak.
Bukannya egois, tapi keadaan yang terburu-buru membuat semuanya pasti berantakan apabila melibatkan banyak pihak. Maka biarlah saya mengajak beberapa orang dulu untuk melihat bagaimana keadaan Bira, dan kemudian merencanakan sebuah trip besar-besaran yang bisa diikuti oleh semua orang.
Tadinya sendirian pun saya bisa menjabani trip ini. Berhubung ada teman yang pernah menampungku. Masalahnya adalah, liburan sendirian? Itu pasti akan sangat membosankan. Karena walaupun saya tahu sang teman akan menemaniku di beberapa waktu, dia juga terbatas gerakannya karena punya pekerjaan. Tidak mungkinlah saya kemudian merepotinya lagi.
Saya teringat pengalaman sewaktu jalan ke Lombok kemarin. Saya pikir akan menikmati pantai Senggigi. Memang beberapa saat saya sangat menikmati debur ombak, sunset, dan kesendirian. Tapi itu semua tidak berlangsung lama. Sama seperti kau memiliki sepotong kue yang enak. Dimakan sendiri jadinya eneg karena kebanyakan, tapi ketika kau berbagi dengan orang lain, walaupun harus bertengkar atau saling berebut, semuanya terasa lebih enak.
Dan memang terbukti ada banyak kegilaan yang kami lakukan bersama. Saya yang pada awalnya hanya berniat untuk mandi-mandi di laut saja, akhirnya menemukan keasyikan snorkeling. Menambah satu alasan kenapa saya sangat menyenangi laut. Terik matahari tidak mengurangi semangat kami untuk saling teriak, saling berburu dan saling tertawa diselingi debur ombak. Melihat Herman yang berusaha pedekate dengan seorang cewek, Anbhar dan Nanie yang terus berduaan, membuat senyum terus tersungging di wajahku.
Kegilaan kami tidak berhenti disitu, tragedi ketupat-penyelamat-nyawa akhirnya terjadi sewaktu di penginapan. Kelar bersih-bersih, kami semua merasa lapar. Beruntunglah masih ada bebeberapa ketupat segede-gede gaban beserta ayam yang dibawakan oleh Kakaknya Nanie. Makanlah kami dengan ketupat itu. Apa istimewanya? Kami tidak memiliki satu pisau pun! Peralatan makan kami hanya sebuah garpu plastik sisa pop mie. Akhirnya kami dengan ala barbar menggigit ketupat tersebut sambil menertawai satu sama lain. Nikmatnya? Tiada tara!
Beberapa sesi curcol pun seringkali terjadi. Tidak mengenal waktu dan tempat. Entah ketika sedang menunggu indomie di kios Rahman, sedang berjalan menuju pelabuhan, ataupun disela-sela kami duduk dipantai. Ada banyak hal baru yang kemudian saya ketahui tentang sahabat-sahabat saya. Tema utama curcol kali ini? Apalagi kalau bukan C.I.N.T.A dengan subjek penderita adalah Herman. Hahaaha!
Entah bagaimana rasanya kalau saya melakukan trip ini sendirian. Mungkin saya juga akan bersenang-senang dengan eji. Tetapi tentu saja bersenang-senang dengan cara lain, dan tidak bisa ditukar dengan keriuhan yang terjadi bersama 3 orang itu. Liburan sendiri? Akan menjadi hal paling terakhir dalam kamus liburan saya!
Tuesday, September 21, 2010
Trip to bira #1: Teori Sistem
Tahukah anda mengenai teori sistem? Kalau hal itu ditanyakan kepada saya mungkin saya langsung akan tegas menjawab tidak. Saya hanya pernah sekilas mendengarnya. Itupun kalau sumber yang saya dengar itu bisa terbukti keakuratannya. Mungkin setelah ini anda akan mencari tahu mengenai teori sistem itu sendiri di paman google, tapi saya akan menjelaskannya hanya sekedar pengetahuan saya.
Sistem itu sendiri merupakan sebuah proses, satu kesatuan yang terdiri dari beberapa bagian, beberapa individu yang memiliki tugas dan perannya masing-masing. Kesemuanya ini bersatu padu membentuk kesatuan yang memiliki tujuan. Entah itu untuk kebaikan maupun keburukan. Tanpa ada satu bagian yang bekerja maksimal, maka keseluruhan sistem akan rusuh, akan chaos, dan akan hancur berantakan.
Tunggu dulu, bukannya judul postingan ini mengenai liburan ke bira? Hubungannya dengan teori sistem? Hahahaha, maaf telah membuat anda semua berpikir serumit ini. Karena inilah yang mendasari dan mengharuskanku mengambil trip alias liburan ke bira.
Ketika saya memutuskan untuk bekerja sebagai abdi negara, tentu saja ada beberapa pengorbanan yang harus saya lakukan. Saya masih mengingat perkataan salah satu bos saya,
“mungkin nanti kamu harus memilih. Untuk menjadi professional. Dalam artian mengesampingkan kehidupan pribadi kamu dan terus bekerja secara maksimal”
Saya pikir prinsip ini ada di semua pekerjaan. Ketika kau harus total dalam melaksanakan pekerjaanmu. Bahkan seorang tukang kunci pun jangan diremehkan perannya dalam satu kantor atau perusahaan. Kalau dia tidak datang dan membuka pintu, bagaimana cara anda bekerja? Dengan mendobrak pintunya setiap hari?
Tidak perlulah saya jelaskan bagaimana kehidupan di kantor pra liburan lebaran kemarin. Bagaimana perasaan anda ketika semua orang sudah menikmati libur, bersiap untuk menyambut lebaran, sedangkan anda masih berkutat dengan pekerjaan di kantor?
Bahkan sampai hari terakhir? Semuanya terjalani bagai mimpi, dan niat untuk menggunakan libur Idul Fitri sebagai sarana untuk beristirahat tidak terlaksana.
Kenapa? Hey! Perlukah bertanya lagi? Ini lebaran! Saatnya untuk memperbaiki hubungan kembali dengan sesama. Saya bukanlah tipe orang yang memiliki banyak waktu untuk berbasa basi. Ya, karena memang dengan semua sepupu rasanya ada link yang hilang.
Maka saat inilah yang bisa digunakan untuk sedikit memperatnya. Sekedar bertanya kabar, sekedar bertukar senyum. Belum lagi deretan teman yang datang dari luar kota, reuni kecil-kecilan sampai besar-besaran yang kesemuanya membutuhkan stamina dan mood yang luar biasa untuk tetap bagus.
Lantas apa yang menjadi masalah sekarang? Kalau mau diibaratkan sebuah elemen pendukung dari sebuah sistem yang besar, maka bisa saya katakana masa pakai saya sudah hampir soak. Sudah hampir habis. Dengan begitu banyak tekanan. Dengan begitu banyak kegiatan. Saya bahkan belum beristirahat sama sekali. Sedangkan ada banyak kegiatan yang akan menghadangku memasuki bulan oktober dan penghujung tahun. Urusan yang saya tahu tidak akan memakan tenaga, pikiran, dan perasaan yang tidak sedikit. Apakah saya mampu menjalani semuanya itu nanti?
Maka dengan niat tulus dan ikhlas saya pun merencanakan sebuah misi pelarian diri yang terencana. Memilih sebuah tempat dimana sejenak saya bisa melupakan semuanya. Melupakan bahwa saya adalah sebuah elemen dari sebuah sistem yang sangat besar. Memberikan hak bagi tubuh dan pikiran saya untuk beristirahat sejenak. Karena ada banyak jalan keras yang akan menghadang.
Tentu saja dalam sistem ini disebut masa idle. Masa overload. Dan itu yang saya hindari sebisa mungkin. Ketika kejenuhan akan menghampiri diriku. Ketika kau masih bisa mengendalikan sebuah sistem maka beruntunglah karena setidaknya kau masih merasa merdeka untuk menentukan nasibmu sendiri.
Kemana kita liburan kali ini? Dengan rencana yang terus berubah, mood yang terus naik turun, bersama 3 rekan dalam berkejahatan, Nanie, Herman, Anbhar, maka limited edition runaway #4 resmi dimulai pada hari jumat. Tujuan : Bira!
Saturday, June 20, 2009
Update : Around Makassar
Kemarin saya dan Mus kembali mengelilingi kota Makassar. Misi kami kali ini mencari beberapa perlengkapan untuk kafe. Semuanya masih berupa survey. Lokasi pertama, Gubernuran. Mengambil materi dummy untuk website CD Project (mudah-mudahan kami yang memenangkan pitching ini!!!). Saya semakin menyadari bahwa memang lucu mendengar orang Jepang berbicara bahasa Indonesia. Antara sengau dan tidak jelas (maafkan kami Nakajima-san!). Mungkin begitu pula apabila kita (orang Indonesia tentu saja) berbicara dalam bahasa Jepang. Pasti terdengar aneh.
Yak lanjut! Lokasi kedua adalah cetak standing Banner kantor. Kalo kemarin-kemarin memang sudah ada beberapa standing banner beberapa unit usaha di kantor. Kali ini mau pesan yang paket komplit. Menujulah kami ke Mawar Advertising di jalan Korban 40000 jiwa. Bla, bla, bla, kami ngobrol sedikit dengan mbak-mbak FO nya, kami langsung disuruh naik ke bagian design.
Saya : ”mbak yang dilantai 2 kan?”
Mbak : ” iya, langsung naik saja.”
Saya : ”mbak, bisa tolong orang itu suruh geser sedikit kursinya? Saya tidak bisa lewat”
Mbak : tersenyum tipis dengan muka menghina.
Haha! Ada beruang terjepit di tengah kursi. Ya sud lah. Kelar cetak standing banner, kembali mencari misi selanjutnya. Mencari sofa! Duh sudah berasa new family deh! Cuma karena saya jalannya berdua sama Mus, tolong jangan diasosiasikan dengan yang lain yah! Mutar-mutar lagi, akhirnya kami hanya sanggup singgah di 2 toko furniture di jalan Latimojong. Kami pun sudah membidik target sofa yang mana akan dipakai untuk di kafe nanti (seolah-olah kami yang menutuskan saja!) plus keterangan dimana akan mendapatkannya.
Berhubung kami sudah skalian di Latimojong, ada satu toko buku yang ingin saya cari. Toko Buku Fabolous. Soalnya penasaran saja, Buyung, Iksan, dan yang lainnya suka banget beli majalah bekas disini. Yah telat satu bulan gak masalah lah. Yang penting tetap update kan cint! Saya selalu kelewatan kalau mau cari toko buku ini. Dibagian mana sih? Katanya depan Pizza Ria Kafe, tapi kok saya tidak pernah nemu? Berbekal 4 mata lebih baik dari pada 2 mata, saya dan Mus akhirnya menemukan tempat tersebut! Pantas saja susah dilihat, wong plang namanya saja tertutup oleh rimbunnya daun pohon. Plus gak ada pemberitahuan lain bahwa itu toko buku.
Apa yang kami dapatkan? Haha! Puas saya mencari majalah. Ada beberapa majalah yang memang sudah saya incar. Ini juga bisa jadi (bahan) pengisi blog tentu saja. Ngubek-ngubek tumpukan majalahnya, akhirnya saya memutuskan untuk membawa pulang, 7 MAJALAH!!! Kalo dinominalkan dengan harga normal awal pembelian, mestinya kami membayar 300 ribu. Tapi kmarin Cuma ditebus dengan harga 25 ribu saja! Walopun telat satu bulan, yah gak masalah!!
Lokasi terakhir yang harus ditempuh adalah tempat pembelian kaca. Hmm, dimana bisa beli kaca sege-gede gaban? Ah iya! Di depan M’Tos ada. Pusat beli dan potong kaca. Melangkahlah kami kesana. Ini adalah tujuan terakhir. Semangat anak muda! Pas masuk di toko ada satu kalimat yang mengundang senyum saya dan Mus. Tercetak dengan huruf kapital semua dan ditulis dengan tinta (atau cat?) hitam pekat.
”TOLONG SAUDARA JANGAN MENDEKAT DI TEMPAT POTONG KACA”
Tolong yah, lengkap dengan kata saudara. Hahaha! Mestinya dilengkapi dong, saudara saudari. Jadi kayak bikin undangan nikahan saja. Tambah kacau lagi karena entah siapa yang oon yah, penjaganya atau yang punya toko atau kami? Perasaan kami Cuma bertanya kaca yang mana cocok untuk dibuatkan sistem ventilasi di dalam ruangan. Oke, jawaban pertama masih normal. Pertanyaan kedua, berapa harganya? Yang punya toko hanya menjawab, 125. yo oloo, 125 apa? 125 ribu? Atau 1 juta 250 ribu? Ckckckc. Sudahlah! Yang jelas kami tahu bahwa harus ke jalan sulawesi (selatan) untuk memesan benda seperti yang kami ingin buat itu.
Itulah lokasi terakhir yang harus ditempuh dalam waktu 3 jam, disaat matahari sedang cerah-cerahnya bersinar. Get a clue? Mungkin saja besok-besok ada yang mencari beberapa keperluan seperti kami, sudah tahu harus ke jalan mana saja kan? Sampai ketemu di Around Makassar edisi berikutnya!
Sunday, June 8, 2008
Don’t be so naive

Kuakui minggu ini berjalan begitu berat. Semuanya menjadi titik klimaks. Ataukah saya harus menyebutnya titik kulminasi? Saya bahkan tidak mengetahui apakah ini merupakan titik paling tinggi, sehingga esok saya tinggal jatuh bebas saja. Ataukah ini merupakan titik terendah, dimana untuk esok saya harus mengeluarkan lebih dari tenaga untuk melangkah lagi ke atas.
Tapi dimana pun titik itu berada, saya memulai semuanya dari awal lagi. Dimulai dari proposal skripsi (lagi). Kemarin saya sudah memberanikan diri untuk memulai bimbingan pertama *dan harapan saya ini yang terakhir. Mengenai judul skripsi yang saya angkat ”Tanggapan pendengar radio terhadap iklan Procold Versi Togar ke Pasar di radio SPFM di kelurahan pisang selatan.” yah, itulah mantan judul skripsiku. Rencananya besok, setelah pembimbing II balik dari umroh saya akan langsung bimbingan juga, minta lembar pengesahan, dan minggu depan saya sudah berpakaian hitam putih untuk seminar. Tapi nyatanya tidak. Skenario berubah. Steleah dilihat, diamati dan diberikan argumen (dimana saya bahkan tidak bisa membela dan berkata apapun mengenai proposal yang saya buat, dasar BODOH!!!) akhirnya bapak pembimbing I mengatakan,
”apa latar belakang masalahmu ini? Tidak jelas apa yang ingin kau teliti”
*sigh, pelan tapi dalam.
Begitulah. Berbekal sabda itu, maka proposal saya kemudian dirombak total. Semuanya? Ya semuanya. Bahkan judul yang harus diganti. Apakah memang saya yang bodoh? Bukan, bukan itu. Ada pengakuan bahwa apa yang ingin saya ajukan hanyalah merupakan karya asal. Argh!!!
Maaf, saya agak lupa judul baru yang diberikan. Tapi untuk fokus penelitian tetap sama, di radio juga. Cuman yang menjadi objek penelitian mengenai acara talkshow di SPFM. Yah, tampaknya kita akan bergelut mengenai Cantik dan Sehat, Kasih Ibu, Halo Dokter, Rahasia Dapur, Derap Perempuan, sampai Gagas Gender. Takut? Mungkin tidak karena saya sudah mempunyai gambaran mengenai apa yang akan menjadi latar belakang masalah. Stress? Iya, karena saya sudah semakin tidak mempunyai waktu dan saya haru memulai dari awal lagi.
Ketika berbicara mengenai judul baru saya, ada ketakutan lagi yang muncul. Kemarin, keputusan untuk memilih pembimbing II yang pergi umrah ini, karena (rencana) skripsi saya mengenai iklan. Dan beliau yang paling mahfum mengenai ini. Dan sekarang kayaknya total masalah radio yang akan saya angkat. Dan beliau agak tidak cocok. Ini yang menjadi ketakutanku lagi. Kemarin ada seorang dosen juga yang memberi tahu, kenapa bukan –salah seorang bapak- ini yang menjadi pembimbing II saya. Secara dia yang paling mengerti mengenai radio. Bisakah itu terjadi? Tanpa menimbulkan satu ketersinggungan di mata calon (mantan) pembimbing II saya? Plus, ada lagi yang dia katakan yaitu untuk mengukur populasi pendengar radio haru melihat data yang akurat, untuk menetukan sampel yang akan dteliti. So?
Kemarin juga perasaan sudah terkuras. Mudah-mudahan badai itu sudah berlalu. Ketika perlahan saya sudah bisa menemukan pijakan kembali. Ternyata tidak hanya darah yang bisa sekental ikatan itu. Air mata pun bisa menjadi penyambung perasaan. Saat saya ingin mendamba dekapan, disaat saya berpikir bahwa semuanya akan berakhir, rupanya memang Tuhan masih sayang kepada kami. Perlahan badai itu sudah semakin menghilang. Pekat yang dulu senantiasa menggelayut sudah terlanjur tumpah. Sudah terlanjur mengeluarkan angin yang merusak semuanya. Apakah kami ikut rusak? Mungkin saja, tidak bisa dipungkiri sebagian dari hati ikut terbang bersama badai itu. Sebagian lagi masih menunggu dengan cemas, apakah akan ada episode selanjutnya. Tapi apa kita akan menyerah? Untuk saat ini maaf saya katakan tidak. Walaupun kemarin hati ini sudah benar-benar hancur dan sudah berdarah. Saya akan jalan terus. Mencoba yang terbaik. Dan membuat pelindung sebaik mungkin. Agar keesokan hari ketika badai itu datang kembali kami akan siap. Kami akan bisa bertahan. Ataukah dengan ketakutan lain. Apabila esok saya yang akan menjadi sang badai itu. Semoga tidak.
Tentang teman. Ah, kenapa? Kemarin Nida berkata padaku hal yang sama lagi,
”memang begitulah keadaannya. Sesuatu harus dikorbankan untuk mendapatkan yang lain?.”
Disaat semua orang masih berpikir untuk mau membikin pondasi atau tidak, saya sudah berada di titik dimana pondasi saya sudah terbangun dan sudah hampir selesai. Apa yang terjadi? Rasa kehilangan dan rasa sendirian semakin menyergap. Kemarin sempat pula statement itu keluar lagi dengan Kak Adhe,
”teman? Saya tidak membutuhkannya. Sudah banyak peristiwa besar dalam hidupku dan saya bisa melaluinya sendiri. Untuk apa saya membutuhkan orang lain?”
Sungguh arogansi diri yang begitu besar. Aku akui pondasi itu memang untuk masa depan. Tetapi terkadang saya tidak sanggup. Dimana rasanya materi memang tidak bisa menggantikan perasaan bersama. Ketika saya menyangka saya naik level, ternyata saya tidak memiliki teman yang seumuran dan posisi seperti saya. Mungkinkah? Apa? Berharap ada yang mengerti? Just don’t be so naive. Masih ingat ketika air mata itu ingin keluar disaat saya ingin menikmati batagor? Apa yang kau nikmati? Sendiri? Bohong. Karena kau memang tidak pernah ikhlas. Apanya? Kau yang selalu menolak. Selalu menganggap tidak memerlukan orang lain. Nyatanya kau sendirian. Tenggelamlah disana kalau kau ingin terus. Jadi apa yang harus saya lakukan? Belajarlah untuk menerima orang lain. Membuka hati dan mempercayai orang lain.
Dimana kita sekarang? Masih berbeda kuadran, masih tertatih-tatih. Tapi apakah kau ingin berhenti? Maaf, dengan tegas kukatakan TIDAK.
Sunday, May 11, 2008
Berperang (lagi)
Saya menyadari perjalanan terakhir ini tidak mudah. Dan tidak akan pernah mudah. Terbukti dari sekian banyak yang mengambil perjalanan ini, hanya sebagian (kecil) yang baru bisa menyelesaikannya. Itupun masih di pos persinggahan sementara. Sebagian sudah akan seminar proposal. Sudah mengeluarkan segenap tenaga. Dan itulah pembuktian mereka. Saya? Masih tertatih-tatih. Kalau bisa dikatakan saya malahan harus sedikit merubah rute perjalanan saya. Ada pengakuan yang keluar, bahwa memang konsep yang selama ini ada di dalam kepala saya tidak akan segampang itu. Kalau memang konsep yang semula akan saya ajukan sebagai tugas akhir, hanyalah sekedar pengikutan akan karya orang lain. Dan hasilnya? What a fuck! Semua konsep yang telah terbangun (dengan dasar yang tidak kuat, memang) akan hancur juga. Ketika saya memikirkan bahwa tinggal sedikit lagi saya akan menyelesaikan beberapa lembar BAB I, ternyata semuanya berubah!
”yang membedakan konsep sebuah skripsi dengan paper yaitu kau harus mempunyai suatu landasan teori komunikasi yang menjadi acuanmu. Kalau paper hanyalah penjelasan biasa saja mengenai suatu masalah. Ini lah nantinya yang akan menjabarkan akan kemana penjelasan yang akan kau urai mengenai masalah yang kau angkat. Kalau judul yang kau utarakan sekarang larinya akan jatuh ke konsep manajemen, sedangkan kamu anak komunikasi kan?” – ini kata kak Jimut
”sekarang kau yang memilih dari mana kau berangkat. Apakah kau berangkat dari sebuah teori komunikasi yang telah ada, kemudian kau mengujinya pada suatu kasus. Apakah teori komunikasi teresebut masih relevan dengan kasus yang kau angkat. Ataukah kau berangkat dari sebuah masalah, kemudian kau mencari teori komunikasi yang bisa menjelaskan mengapa masalah tersebut bisa terjadi.” – ini kata bang Ompe
”nah, tergantung apa pertanyaan penelitianmu. Ini yang akan menggambarkan apa yang akan kau paparkan di proposalmu.” – ini kata kak Riza
”kalau begitu akan melebar sekali konsep penelitianmu. Mending kau menarik persektif lain untuk melihat hal yang akan kau teliti. Bisa dari konsep kreatif iklannya, ataukah konsep efektifitas suatu iklan di radio. Disini bisa dicari konsep yang lain yang bisa kau ajukan.” – ini kata kak Norman
”kasih mengerucut dulu masalahmu. Masih absurd sekali masalah yang mau kau angkat. Nah setelah itu cari teori komunikasi yang bisa menjelaskannya. Bisa satu atau dua. Kalau memang teori tersebut mendukung satu sama lain. Sudah kamu baca buku philip kotler? Nah disitu kau bisa menggunakan dan mencari teori periklanan yang cocok. Atau cari bukunya dennis mcquail. Kau bisa gabungkan keduanya. Ingat, tidak mesti dua teori kamu pakai. Bisa saja satu asal mendukung apa subjek penelitianmu. Tapi yang jelas, yang harus kamu tentukan sekarang apa subjek yang akan kau teliti?" – ini kata Maryn
Huah! Tidak harus berkata apa sekarang. Menyerah? Bukan itu jalan keluar. Walaupun ada perkataan maryn yang sempat menyentak dan mengeluarkan kembali pikiran itu,
”memang susah mengerjakan proposal. Apalagi kamu juga kerja kan? Belum lagi kalau kamu pulang, pasti capek. Tidak sempat untuk membaca. Cuti saja dulu dari kerjaanmu, itu kalau kamu mau fokus di skripsi”
What? Sempat terpikir itu menjadi jalan keluar terbaik. Menyelesaikan dulu masalah dan utang terakhir. Karena skripsi ini adalah pembuktian terakhir. Tapi janganlah, apakah kita akan menyerah sedemikian gampang?
”itulah yang membuatnya berbeda. Ada kenyamanan dan tanggung jawab yang harus kau emban. Dengan kerjaanmu yang sekarang. Memang berat, tapi bukankah kau mengatakan kamu sudah mendapatkan kenyamanan finansial? Jadi hadapi saja” – ini kata Nuri
Ya, setelah perjuangan beberapa hari untuk mencarikan RAM buat komputer, setelah perjumpaan beberapa kali dengan darma untuk sekedar berkonsultasi dengan pembimbing akhir, setelah pertimbangan beberapa kali untuk membeli printer, setelah penilaian berkali-kali untuk membeli buku, semua ujung pertanyaan ini bukankah untuk satu jawaban? Proposal yang akan segera terkerjakan.
”ini adalah tembok yang harus kamu hadapi. Kalau memang kamu sudah berusaha untuk menembusnya dan tetap tembok itu tidak runtuh juga maka berhentilah. Berhenti bukan berarti berhenti untuk mencoba. Tetapi berhenti untuk membuang tenaga di tempat yang kamu tahu tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang harus kamu akali sekarang mencari apakah di bagian tembok itu ada bagian yang retak ataukah ada bagian yang semennya tidak rata. Bisa jadi bagian ini yang rapuh dan bisa kamu runtuhkan dengan kekuatan kamu sekarang. Jangan pernah berhenti untuk mencoba. Cuma masalah waktu saja sampai kamu bisa melaluinya.” – ini kata kak Marni
Besok dua sahabat akan seminar proposal. Dwi, sahabat yang pernah menjadi rekan dalam kejahatan di kelas statistik. Sahabat yang mengenalkan pada biblioholic. Sahabat yang tidak pernah mentertawakan ketidak tahuanku. Sahabat yang selalu bisa diminta bantuan. Sahabat yang selalu tertawa bersama. Gaga, sahabat yang sangat mengerti saya. Sahabat yang menjadi penenang. Sahabat yang selalu bisa dijadikan tempat untuk pulang. Sahabat yang selalu ada. Semangat teman! Kami selalu bersamamu.
Sekarang apa yang akan saya lakukan? Sudah tergambarkan. Sudah ada planning yang akan saya jalankan. Sekarang saya akan merubah sedikit titik penelitian saya. Lebih banyak berbicara dengan orang lain yang lebih berkompeten. Lebih banyak membaca lagi. Dan tentu saja lebih banyak merendahkan hati lagi.
Cuma satu pada akhirnya. Kita akan berperang lagi.
Sunday, June 24, 2007
P.a.m.i.t
pamit
mungkin ini postingan yang akan dibaca terus
slama 2 bulan ini
mo kkn dulu
jadi mahasiswa yang berbakti!
secara lokasi kkn nya di pedalaman dan pelosok kabupaten enrekang
2 bulan? bisa syuting LOsT tuh!!!
well, just that
skalian mo ngucapin slamat ulang tahun
buat blog sayah, yang pertama,,
see you in september!!!
regards,,
iQKo
Tuesday, February 27, 2007
Setahun berlalu
Saya ingin berbicara mengenai memori di bulan februari lagi. Kenapa kenangan? Karena dia hidup di masa lalu, makanya disebut kenangan. Dan karena itu pula lah, dia bisa diingat kapanpun ketika kita sedang ingin. Tidak terasa di tahun ini saya sekarang berdiri di luar garis itu. Sekarang saya hanya bisa melihat dari luar saja. Sambil mengingat apa yang terjadi di dalam. Setahun sudah saya keluar dari radio Sonata. Sebenarnya bukan masalah yang besar sih, tapi kalo itu menyangkut radio yang pertama kali saya dengar, pertama kali yang membuat saya ketagihan mendengar musik, nah itu baru menjadi masalah. Karena banyak sekali hal yang terjadi di dalam, ketika saya masih menjadi penyiar disana.
Masih ingatlah waktu jaman-jamannya smp saya masih mendengarkan dan menyaksikan In-Dangdut di televisi, setelah kemudian saya di”cuci otak” oleh kace, nonton mtv land, mtv most wanted, mtv fresh, barulah saya kemudian mencari penyaluran. penyalurannya, ya dengan mencari radio yang bisa menyalurkan kebutuhanku. Dan di radio itulah yang bisa mengerti selera laguku. Jadi ini lah salah satu momen juga kenapa saya memilih radio sebagai konsentrasi media saya (mo buat film, malas. Fotografi, ndak minat). Ketika sekolah di Stm juga saya yang kemudian ketemu dengan salah satu Sonata Lovers juga. Menk namanya. Ketika kita ketemu di skolah, semua orang ngomongin, “eh nonton anu tidak semalam?, eh liat ini tidak di tivi?”, saya tidak. Saya dengan Menk malahan ngobrol “eh sudah dengar lagunya ini belum? Ko dengar morningnya tadi reimahdani?” dan setelah itu sumpah, gak ada yang bisa nyambung kalo ngobrol dengan kita.
Waktu pertama training saya ingat skali di bulan September 2003, pulang dari jaga warnet orang rumah bilang tadi ada telpon dari sonata. Katanya disuruh tes besok. What?! Disinilah awal mulanya. Yo olooooooooo banyaknya yang tes waktu itu. Dan beruntunglah saya menjadi salah satu dari 5 orang yang terpilih selain Lisa, Esther, Pittho, Digo (Miss u So much Folk! Dimana yah kalian sekarang?). training? Deg-deg an rasanya. Setelah sebulan training dan mengerti semua peralatannya, akhirnya saya siaran! Siaran pertama tuh, Pesona Indonesia 2 Jam + Hit radio 1 jam. Wuih, canggih! Mmm.. kalo gak salah list lagu saya pas awal-awal siaran itu,
Marcell – Firasat
Agnes Monica – Bilang Saja
Coklat – Segitiga
Vertical Horizon – I’m Still Here
Kangen!!! Kangen lah rasanya dengan suasana di dalam. Sering juga sih perasaan tak percaya (walopun udah setahunan lebih siaran) “wah suara saya di dengar satu makassar loh!” dan saya sih nyante aja. Banyak sekali orang yang masuk dan keluar disana. Tapi itulah yang membuat kita dekat. Dengan sesama penyiar. Walopun jarang ketemu, tetapi ikatan nya tuh kuat banget. Apalagi “pesan-pesan” yang tertulis di Log Book absen, seru banget! Dari janjian nonton, saling cela, ada semua disitu. Selama di Sonata juga lah saya kemudian bertemu dengan K’ Dila. My Little Fairy. Dialah orang pertama yang ngomong begini ke saya,
“adek, apa yang ko sembunyikan dari saya. Bisa saja kau tutupi, tapi matamu bisa berkata lain”
Dan kemudian dia menjadi orang yang paling bisa mengerti diriku. Menjadi teman ketika saya sudah berada di batas kehancuran dulu (tidak usah lah saya menceritakan kehidupan bagaimana yang saya jalani dulu), menjadi teman jalan, dan menjadi teman siaran paling enak. Mengenai mental, semua orang memang bilang, mental kamu betul-betul diuji ketika masuk di Sonata. Apalagi ketika masa-masa jayanya, yaitu ketika saya masuk. Wuih, disinilah saya ketemu “Bapak”. Yang punya Sonata, yang tinggal disana, yang buka pintu. Dan tentu saja yang marah-marah kalo siaran kita tidak becus. Dan dia kalau marah, begh pelan tapi dalem. Perkataannya ini benar-benar tanpa ampun. Biar kamu lagi siaran juga, kalo lagi naik arisanmu pasti kena marah (walopun seringnya sih tanpa alasan yang jelas. Kalo dia lagi bad mood dan butuh pelampiasan, pasti cari-cari kesalah deh kerjanya!). emosi jiwa, pastilah. Rasanya kalo kena marah itu, kau tidak akan pernah berharap akan ada siaran mu lagi di minggu itu yang harus membuatmu bertatap muka lagi dengan Bapak. Makanya banyak anak-anak yang terkadang tidak tahan dimarahin sama bapak. Dan mereka Cuma bisa bilang, “menyerah maka’. Sampai disini ji saya bisa bertahan”. Tapi memang terbukti sih, dengan semua perkataan keras itu, dengan semua disiplin itu, kita dibentuk menjadi penyiar yang Tough, yang pintar, yang bagus dalam mix lagu. Karena kita serius. Professional dalam kerja, biar mo ada badai juga tetap harus menyiar. Karena banyangin aja, teriakan senior pas ospek tidak ada artinya dibandingkan dengan “ceramah” dari bapak. Hehehehe, maaf!
Rasanya rindu banget ngucapin kalimat ini lagi,
“dari jalur utama sudirman 86, halo sahabat sehati sebaya muda, apa kabar di pagi hari ini. Morning sound hadir setiap pagi mulai dari pukul 6 sampai pukul 9 nanti hanya di 96 Sonata Fm. Bersama saya reza mahendra, siapkan diri kamu untuk suntikan semangat dan adrenalin melalui tembang-tembang yang diharapkan bisa menambah kesegaran di pagi hari, so stay tune I’ll be right back after this one!”
Damn! But life’s go on lah. Tidak mungkin saya selama disana. Tidak mungkin saya menjadi muda selamanya. Dan ya itu langkah terbesar yang saya ambil setahun yang lalu. Keluar dari sana. Setidaknya untuk mempersiapkan diri menjadi penyiar professional, mesti menghilangkan dulu gaya anak mudanya. Toh, secara umur juga udah mulai dewasa. Sudahlah, saya akan selalu merindukan jalanan itu, tangga itu, kursi itu, (walopun saya tidak akan pernah merindukan bapak dengan Bin, si anjing yang telah puas meneriaki kami selama disana). Memori selama 2 setengah tahun akan tersimpan rapi di sudut ingatanku. Dan akan kubuka kembali ketika saya ketemu dengan anak-anak yang dulu. Kenangan, tidak terasa sudah setahun berlalu.