Showing posts with label Ordinary LIfe. Show all posts
Showing posts with label Ordinary LIfe. Show all posts

Thursday, January 6, 2011

M E N I K A H

Sebuah email datang dari seorang teman semasa SMA. Undangan pernikahan yang akan dilakukan di kota sebelah. Semua teman merespon, semua teman memberi selamat dan mendoakan (termasuk saya tentu saja!) dan semua teman kemudian memberikan satu pertanyaan,

“yang lain kapan menyusul?”

Eh buset, dikiranya menikah suatu lomba? Maka berbondong-bondonglah semua tangkisan keluar dari kami para single fighter yang hina dina ini. Kami yang kastanya satu tingkat dibawah mereka yang telah menikah dan dua tingkat dibawah mereka yang telah menikah dan memiliki anak. Sampai kapan piramida ini akan berakhir?

Sampai akhirnya saya merasa jengah dengan proses kompor dan mengompori ini. Hahahaha, seperti biasa, satu perkataanku mampu membuat milis senyap seketika. Seperti ketika seseorang kedapatan sedang kentut di tengah pidato presiden.

“Menikah itu bukan perlombaan, siapa yang paling cepat dia yang jadi juara”

Ah, kenapa saya menjadi sesinis dan sesarkas ini lagi yah? Padahal saya sudah berniat bahwa tahun ini saya ingin melihat dunia dengan lebih ramah lagi. Melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Tapi apa mau dikata, kalau masalah yang satu ini, sepertinya lebih penting daripada perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Lebih penting apakah saya mau ditawari jadi personel tambahan buat SM*SH atau tidak.

Kapan menikah? Yak, umur dua puluh sekian semestinya sudah memikirkan tentang ini. Terkadang saya IRI melihat mereka, yang seumuran bahkan lebih muda dari saya telah berani mengambil keputusan untuk berkeluarga. Mengambil keputusan bahwa hidup ini lebih indah dinikmati bersama pasangan. Sementara saya?

Sebenarnya kalau memang ingin flashback, ada banyak hal yang membuat mengapa opini-belum-mau-menikah tidak pernah terlintas. Orang tua yang terlalu membebaskan menjadi alasan utama. Karena sedari dulu kami bersaudara telah diajarkan untuk mengambil keputusan dan menerima konsekuensi keputusan itu sendiri. Sampai pada akhirnya, mereka tidak punya otoritas untuk menanyakan hal-hal pribadi. Mengerikan? Ketika kau harus mengurus hidupmu sendiri selama 25 tahun, percayalah hal itu menjadi masuk akal.

Saya bersyukur (atau justru bernasib malang?) dulu bergaul, bekerja dengan para insan kreatif. Bagi kami sendiri adalah kebebasan. Sendiri adalah mengekspresikan diri tanpa mengganggu siapapun juga, sampai akhirnya diri sendiri merasa nyaman dan masih merasa sungkan untuk memiliki seseorang untuk berbagi. Menyedihkan? Iya, kala kau masuk di lingkungan konservatif yang setiap hari melihatmu dengan pandangan, “25 TAHUN SUDAH PUNYA KERJAAN TAPI BELUM MENIKAH, KAMU MAU JADI APA?”

Begitulah. Tapi saya tidak mungkin menyalahkan itu semua. Toh saya dalam keadaan sadar dan tidak dibawah todongan senjata untuk mengambil semua keputusan-keputusan itu. Saya telah berbincang banyak tentang masalah ini dengan beberapa sahabat. Mereka para single fighter yang memiliki masalah yang sama. Dan jawabannya tentu saja sederhana, “kami belum siap”.

Toh kalaupun ada yang menjudge dan berkata, kalau menunggu siap atau tidak pasti tidak akan pernah tercapai, maka saya cuma bisa mengatakan. “maaf ini hidup saya. Saya berencana menikah 3 atau 4 tahun lagi. Ketika saya telah siap menikah dan mempunyai CALON untuk diajak menikah”

Yah itu dia alasan utamanya. Sekian.

Monday, January 3, 2011

Resolusi 2011, semangat beruang!

Hari ini sudah hari keempat di tahun 2011. Saya baru akan memetakan rencana-rencana apa saja yang telah saya lakukan, dan apa yang telah terjalani selama 2010. Sedikit terlambat memang, karena penghujung tahun kemarin merupakan saat-saat yang hectic. Stress melanda, ditambah tekanan dari sana sini.



Apa yang telah terjadi sepanjang 2010? Sepertinya banyak yah. Bisa jadi tahun lalu merupakan tahun yang penuh drama. Ada banyak peristiwa penting yang terjadi. Such as :

1. Kerja.
Gak nyangka sudah setahun terjalani dengan pekerjaan menjadi abdi Negara. Sebuah title yang terkadang menjadi beban tersendiri. Apakah memang benar jalan ini yang tepat? Apakah memang saya tidak menyia-nyiakan ribuan kesempatan yang tergelatak diluar sana? Beberapa kali pertanyaan ini berjibaku. Ketika saya sedang berada di low-limit point. Semuanya terlihat salah, semuanya terlihat membosankan. Belum lagi kebiasaan yang masih ingin main kesana-kemari. Masih ingin nongkrong disana-disini. Pelan-pelan semuanya berubah dan harus memilih skala prioritas.

Setidaknya saya bersyukur. Masih memiliki satu pekerjaan tetap. Memiliki tempat untuk beraktifitas. Ini yang sekarang menjadi pengingat bahwa semuanya harus berjalan seimbang. Bahwa sudah saatnya berhenti mengeluh.

2. Hati.

Sepertinya memang ini 2 hal terbesar yang terjadi. 2010 penuh dengan hal yang tak disangka. Selama ini saya hanya bisa memikirkan bagaimana rasanya terjebak dan merasakan cinta yang salah. Akhirnya saya mengalaminya sendiri. Beradu napas, mengolah janji, sampai pisah yang tak terhindarkan. Semuanya kembali kesadaran diri sendiri. Sampai kapan bermain api?

Sampai datang dia. Di penghujung Agustus semuanya menjadi lebih indah. Walaupun jarak Bandung-Makassar menjadi masalah, ternyata memang indah ketika ada seseorang yang menemani dalam keseharian. Entah hanya sekedar bertukar kabar, ataupun menertawakan hidup yang semakin menunjukkan kelucuannya. Tapi sekali lagi saya harus kehilangan dia. Ternyata egois masih mengambil peran besar dalam diri. Sekian tahun hidup menyendiri, membuat sulit untuk menerima kehadiran orang lain. Ini yang menjadi pelajaran, bahwa sekali lagi semuanya akan berpasangan. Semuanya akan mencari jalan hidupnya bersama, tidak perlu malu ataupun takut untuk membuka diri. Toh sendirian itu tidak pernah mengenakkan.

3. Keluarga
Kalau tidak ada drama yang terjadi dalam setahun, rasanya pasti aneh. Hal ini sepertinya sudah menjadi pola dan membuat pattern tertentu. Inilah salah satu tahun terbaik, dimana saya sekeluarga bisa menikmati banyak quality time bersama. Entah hanya sekedar makan malam bersama, jalan bersama, ataukah hanya sekedar menikmati seporsi terang bulan sambil menonton acara di televisi. Semuanya terasa lebih berbeda, karena rumah rasanya tidak pernah senyaman ini. Walaupun ada beberapa episode yang tidak mengenakkan, overall semuanya berjalan sempurna.

4. Teman
Semuanya berubah, semuanya mencari hidupnya masing-masing. Seperti itulah keadaan teman. Pelan-pelan menghilang dan akhirnya kesendirian tetap menjadi teman sejati. Tapi tahun ini menjadi salah satu tahun yang terhebat. Saya mengetahui dan beruntung dikelilingi sahabat-sahabat di Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri, teman-teman berkejahatan di kantor, dan banyak teman baru di komunitas twitter.

Overall, tahun 2010 salah satu tahun tersibuk yang pernah saya jalani. Hari berganti hari, mimpi demi mimpi perlahan dijalani. Semuanya memiliki memori masing-masing. Lantas apa yang menjadi resolusi untuk tahun ini?
1. Exercise!
Oke, sepertinya bobot tubuh saya menjadi bertambah, dan ini hanya berarti satu hal. Renang dan fitness menjadi jalan satu-satunya. Siapa yang mau mati muda?
2. Trip to Anywhere
Liburan ataupun jalan-jalan. Entah apa namanya. Yang pasti sudah ada beberapa destinasi yang menjadi tujuan. Gili trawangan atau Padang? Semuanya memiliki pesonanya masing-masing.
3. Kursus Bahasa Asing
Yang masih menjadi prioritas sih bahasa Inggris, untuk memperbaiki TOEFL ataupun IELTS. Persiapan untuk hunting beasiswa. Tapi sepertinya bahasa Prancis atau Jepang bisa juga.

Sebenarnya masih banyak to-do list yang ingin saya lakukan tahun ini. Yang paling penting sih sebenarnya fokus. Tidak grapa-grepe lagi dalam mengerjakan sesuatu. Semangat tuan beruang! Hari esok menantimu!

Saturday, January 1, 2011

Tahun (yang) tidak lagi baru.

Seperti hari yang terus berjalan, selalu ada yang terlewati ketika mimpi pelan-pelan buyar menjadi kenyataan. Menjadikan batas antara realitas dan khayalan menjadi semakin dekat. Apakah memang pekat akan terus menggantung?



Selalu ada harapan untuk hari yang baru. Selalu ada mimpi yang lain ketika satu mimpi telah tercapai. Bukankah itu yang membuat kita masih sanggup untuk menapak hari? Masih sanggup berjuang sekuat hati dan tenaga meraih segalanya.

Kini tahun tidak lagi baru. Dia hanya menjadi penanda. Pembatas yang dibuat oleh manusia. Untuk mengingatkan batas dan waktu. Bahwa semuanya terus berjalan, tanpa pernah menunggu siapapun.

Tahun lalu telah terlewati dengan penuh drama. Sebuah tahun yang penuh dengan keringat, perjuangan, kerja keras, dan mimpi yang pelan-pelan terwujud satu demi satu. Selalu ada harapan menanti dikala mentari pelan menyinari. Dengan harapan menjadi orang yang lebih baik lagi tahun ini. Semoga.

Image Source : TrekEarth

Monday, December 20, 2010

Tentang Rumah dan Cerita yang tidak akan selesai

Saya masih ingat perkataan Nanie, sewaktu pertemuan terakhir di Igo Bakery.

"Kenapa sepertinya kau menghilang? Tidak bisa diajak bercanda seperti dulu. Hidupmu sudah terlalu serius"


Seperti itukah? Sepertinya memang iya. Saya bahkan sudah lupa kapan bisa tertawa dengan lepas. Kapan bisa berbuat ugal-ugalan, dan menjadikan dunia hanya sebuah lelucon besar. Saya lebih memilih menjadikan diam sebagai tembok pengaman yang paling ampuh. Untuk menutupi bahwa memang saya sedang lelah yang teramat sangat.



Sepintas saya mencoba mengingat, karena siapa saya bisa berada diposisi sekarang? Saya bisa dengan tegas mengatakan kalau bukan gara-gara teman di Komunitas Blogger Makassar, mungkin saya masih akan seperti dulu. Introvert dan masih egois dalam memandang hidup. Siapa yang pertama kali menjerumuskanku untuk menjadi MC dan tampil didepan publik? Mereka. Entah atas dasar percaya bahwa saya bisa, atau memang ingin menjerumuskan saya. Tapi lihatlah sekarang. Saya bisa bicara dimanapun, dan kapanpun di depan umum. Karena rasa percaya yang mereka berikan. Karena mereka tahu saya bisa. Sedangkan saya sendiri terkadang dihinggapi ragu yang teramat besar.

Entah sudah berapa malam dan berapa ratus hari yang telah terlalui. Memintal cerita dan menjelajah berbagai macam tempat dan emosi. Bukankah begitu sebuah rumah? Ketika kau tidak hanya merasakan senang, tetapi juga merasa susah, sedih, karena itu sudah menjadi bagian dalam dirimu. Menjadi satu dalam keseharianmu.

Saya tahu potongan lagu di video itu milik siapa. Saya tahu, potongan foto-foto di video itu milik siapa. Milik mereka yang selama 4 tahun ini telah menjadi teman, sahabat, yang bisa diajak berbagi apa saja. Berbagi kegilaan dan berbagai kemustahilan yang terkadang tidak masuk di akal. Teman-teman yang telah membuat saya menjadi orang yang nyaman menjadi diri sendiri. Tanpa perlu ditutupi, tanpa perlu menjadi orang lain.

Lantas mengapa saya berubah? Tidak ada yang berubah sebenarnya. Saya bukan Power Rangers. Saya hanya lelah dengan semua rutinitas yang menyita. Mereka pun mengerti itu, tetapi tidak ingin membahasakannya. Walaupun ada sejuta rindu untuk berkumpul dan berbagi kegilaan dengan mereka. Saya terlalu berdrama? Mereka pasti akan mengerti sisi diriku yang ini.

Seperti sebuah rumah dengan ceritanya yang tidak akan selesai, mungkin saya melewatkan episode Ulang Tahun ke 4 ini. Melewatkan satu momen yang pasti tidak akan berulang. Tapi saya tidak perlu sedih, karena saya tahu didalam rumah ini penuh dengan orang hebat. Penuh dengan orang-orang yang memiliki cerita dan perannya masing-masing sehingga masih banyak cerita dan masih banyak hari yang akan terlalui bersama mereka.

Selamat Ulang Tahun, Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri yang tercinta. Saya bangga menjadi bagian dari keluarga ini. Peluk hangatku untuk kalian semua.

Friday, November 19, 2010

Balada meja makan

Semalam, selepas makan malam bersama beberapa teman kantor ada satu hal yang menggelitik pikiranku. Obrolan sepanjang perjalanan pulang itu menjadi menarik karena membahas satu hal yang paling sensitif di rumah. Masalah meja makan.



Kenapa masalah sepele tersebut bisa menjadi sangat krusial? Bayangkan sajalah, bagaimana nasib kami, para pegawai yang masih harus tinggal di kantor selepas jam kantor selesai? Maka yang menjadi alternatif untuk makan malam adalah singgah di warung atau tempat makan terdekat. Sekedar mengganjal perut ataupun bercerita mengenai hari yang dijalani di kantor.

Problemnya adalah, bagaimana ketika dirumah juga sudah menunggu seorang istri dengan segala jamuannya? Pertanyaan retoris yang hanya dijawab oleh beberapa teman yang sudah menikah,

“Yah, sampai dirumah makan lagi. Menghargai istri yang sudah memasak.”


Persoalan sederhana yang bisa menjadi persoalan domestik. Ketika seorang perempuan harus mengeluarkan segala daya dan upaya untuk menyajikan masakan tersebut. Belum prosesi tawar menawar di pasarnya, belum ketika masak mungkin kecipratan minyak goreng, tangan teriris, dan lain sebagainya, membuat acara memasak laksana sebuah medan perang yang dimenangkan dengan sajian makanan lezat di meja makan.

Sanggupkah kita menghargainya? Ternyata teman-teman saya (yang pria) sudah bisa memahami itu. Walaupun mereka sudah makan, ya, segala pujian akan dilayangkan untuk menyenangkan sang istri. Walaupun setelah itu mereka akan menahan sakit di perut karena kekenyangan.

Dulu, saya pun melakukan hal ini. karena ibu di rumah adalah tipe ibu yang senang memasak. Takkan kau temukan kekurangan makanan kala makan siang, makan malam, ataupun sarapan. Lantas, saya yang dulunya anak kampus, sekarang sudah menjadi pegawai, pulang kerumah dalam keadaan kenyang. Melihat makanan yang masih tersedia di meja makan? Ya makan lagi! Jadi tolong jangan salahkan saya ketika mempunyai bodi segede-gede arca. Ini hanya persoalan menghargai.

Satu pendapat menarik datang dari mereka para wanita yang kebetulan bekerja. Masalah makan malam menjadi persoalan yang berbeda. Mereka beranggapan, ya sudahlah kalau memang tidak bisa makan bersama. Makan malam sendirian saja. Karena mereka sudah tidak mungkin pulang menyiapkan segala tetek bengek. Bahkan yang menjadi alternative terakhir, ya, sang suami menunggu dirumah. Menunggu bungkusan makanan yang akan dibawakan.

Apakah memang konteks meja makan ini sudah sedemikian berubah? Sepertinya iya, dan tergantung dari sudut pandang yang mana. Di rumah, makan malam menjadi sesuatu yang sakral. Dimana semua anggota keluarga kumpul dan saling bercerita. Sekarang? Rasanya fastfood dan gerai-gerai makanan menjadi teman yang akrab. Bersama teman kantor ataupun teman gaul yang lain.

Persoalan domestik yang dua-duanya berbeda. Tergantung dilihat dari sudut pandang yang sama. Tapi akhirnya semuanya akan berlanjut kepada saling menghargai. Bagaimana usaha seorang perempuan dalam menyajikan masakan dirumah. Ataupun bagaimana usaha seorang perempuan untuk bekerja dan menambah penghasilan keluarga. Toh tidak selamanya kita akan makan diluar kan? Ada waktu untuk kembali kerumah.

Tuesday, November 9, 2010

Road to Jakarta #2 : Menggelandang!

Saya selalu iri dengan mereka yang bisa jalan-jalan keluar daerah. Menikmati keindahan dan aneka ragam Indonesia. Selama ini saya hanyalah katak dalam tempurung. Hanya melihat dan mengamati kota Makassar saja.

Tapi akhir-akhir ini semangat petualanganku semakin membuncah. Mungkin juga disebabkan kemampuan financial. Saya akhirnya mulai bisa merencanakan trip kedaerah ini atau daerah itu. Target saya tahun depan adalah Brastagi-Padang-Medan. Sebuah trip dengan destinasi di tanah Sumatera.

Saya sendiri turut bersyukur dengan kerjaan yang sekarang. Dibeberapa kesempatan saya bisa menjejakkan kaki di tanah orang. Biasanya disertai dengan tugas. Tidak apalah, yang penting bisa menjelajah dan minimal mencicipi wisata kuliner yang khas di daerah tersebut.

Di Pesta Blogger+ kemarin saya memberanikan diri datang. Tanpa tujuan yang jelas, akan nginap dimana, makan dimana. Yang penting jalan dulu lah! Biasanya, apabila ada tugas dari kantor, saya akan pergi dengan segala persiapan. Selain alat dokumentasi, kursi di pesawat bergengsi, hotel dengan standar kenyamanan terjamin, serta kendaraan yang setia mengantar jemput. Atau minimal ada bos yang membayar ongkos transport. Sekarang?



Ada kenikmatan tersendiri didalamnya! Ketika saya membayangkan menjadi presenter Koper dan Ransel. Betapa sebuah kota bisa dinikmati dari dua sisi. Ketika saya bisa duduk manis di deretan mobil atau taksi ber AC. Tidur di ranjang empuk dengan sarapan pagi menanti. Sekarang? Busway dan angkutan umum menjadi alternatif utama. Tempat tidur, yang penting ada bidang datar dan tempat untuk berganti baju!

Saya pun tidak akan meng-compare 2 sisi ini. Karena saya sudah menyadari perbedaanya. Yang menjadi kesenanganku adalah bahwa saya masih bisa dan mudah-mudahan terus bisa untuk beradaptasi dengan semua keadaan. Tidak dimanjakan oleh semua fasilitas kantor yang biasanya menyertai kala berkunjung ke daerah lain. Saya tidak bisa membayangkan kala terlena dengan perasaan puas itu. Bisa mampus di kota orang!

Wednesday, November 3, 2010

Road to Jakarta #1 : Heading To Pesta Blogger + 2010

Saya hanya tersenyum ketika menerima sebuah pesan singkat di handphone saya,


“Emang ada apaan di Pesta Blogger? Kok kamu bela-belain pergi? Wong saya saja yang di Jakarta tidak pernah ikut”


Saya sebenarnya tidak terlalu perduli dengan perayaan kopdar ini. Mungkin karena hidup saya tidak terlalu total disitu. Toh beberapa teman blogwalking saya di tahun 2007-tahun kala saya sangat eksis di blog- sudah hiatus juga. Sehingga saya hanya memilki pengunjung yang terbatas. Lantas apa yang membuat saya rela menempuh ratusan kilometer, tanpa ada tempat menginap yang jelas dan bolos sehari di kantor?

Pertama, yang menjadi manusia kursi perhelatan pesta blogger ini adalah Rara. Penggagas dan pendiri komunitas blogger AngingMammiri. Seorang teman yang betul-betul mendedikasikan hidupnya terhadap perkembangan dunia blog. Dulu, kala dia masih di Makassar, ada saja kegiatan yang bisa dibuatnya. Entah bertema kopdar lucu-lucuan, ataupun bakti sosial. Kapan lagi ajang sebesar ini dipegang oleh anak Makassar? Terutama idenya untuk merangkul semua komunitas online dan jejaring sosial. Bukan hanya blogger saja. Makanya ada tanda + di perhelatan kali ini. ada fiksi mini, multiply, koprol, semuanya dirangkul. Bukankah merayakan keragaman itu sangat menarik?

Rara, The chairwoman



Kedua, ada isu yang kami angkat di Pesta Blogger+ ini. Makassar Tidak Kasar! Sebuah gerakan yang diinisiasi oleh beberapa teman yang sudah jengah melihat bagaimana rupa Makassar di berbagai media. Hanya menampilkan kekerasan dan tidak nyamannya Makassar. Padahal ada banyak hal yang bisa didapatkan dari kota tercinta ini. Kami mendapat satu break session, untuk melakukan diskusi ini. bersama 29 materi yang lain. Ada misi yang diemban!

Kelas Makassar Tidak Kasar

Maka jadilah saya melarikan diri sejenak dari kehidupan nyata di Makassar. Menggelandang di Starbucks, dan berkenalan dengan beberapa teman di Jakarta dan ketika perhelatan Pesta Blogger+ dilaksanakan pada hari sabtu, 30 Oktober, saya hanya bisa bilang, awesome!

Dari awal, kita sudah disuguhi arena main stage yang sangat memuaskan. Ada banyak stand yang menghiasi dan mengelilingi panggung utama. Berbagai komunitas menghadirkan berbagai informasi tentang mereka. Seperti Fiksi Mini ataupun Komunitas ODHA juga berhak sehat! Belum lagi stand-stand para sponsor dengan berbagai goodie bag dan gimmick yang diberikan cuma-Cuma. Rasanya satu tas tidak cukup untuk menampung itu semua!

Satu stand yang paling menarik adalah blogdetik. Selain akses informasi yang terus menerus via live tweet, ada lomba untuk mengukur berapa decibel teriakanmu. Ya, teriakan! Sepintas terlihat seperti orang gla. Meneriakkan blog detik atau detik forum untuk mencapai kisaran angka tertentu. Percayalah hal itu tidak mudah. Puluhan oang telah mencoba, dan hanya beberapa yang mampu menembus angka 8, sebagai angka minimal. Saya? Mentok di angka 17, hihihihi.

Di panggung utama, persembahannya tidak kalah menarik. Pada awal opening acara, ada Ganrang Bulo! Sebuah ikon kesenian dari Makassar. Dipakai sebagai pembuka acara! Bagaimana saya tidak merasa bangga? Setelah sambutan dan sambutan dan sambutan -termasuk dari menteri pendidikan, Bapak Muh. Nuh-, siapa yang menemani kami di panggung? Ada saykoji! Ternyata memang aksi panggung mereka tidak berbeda dari yang terihat di televisi. Komunikasinya dengan penonton bisa dikatakan sangat bagus, sayangnya sound systemnya yang telalu over. Sehingga beat-beat canggih milik Saykoji seringkali menenggalamkan lirik apa yang dinyanyikannya.

Kedua adalah Adhitia Sofyan! Gilaka, gilaka, gilaka! Ternyata dia ada! Menyesal saya tidak menyaksikannya check sound pada malam sebelumnya. Dengan vokalnya yang membuat kita mengawang-awang, dia menyanyikan Adelaide Sky nan termahsyur itu dan Memilihmu. Walaupun sepertinya banyak yang tidak mengenali siapa dia –kalian dari mana saja?-, saya puas menyaksikannya live!

Adhitia Sofyan

Ketiga ada penampilan Pearl Jam Indonesia. Oke, saya tidak menyimak karena harus berada di kelas dan menjadi coordinator volunteer. Tapi pasti keren. Dan terakhir yang menjadi penutup acara adalah White Shoes and Couples Company! Seringkali saya tidak percaya mengenai pemberitaan tentang band ini. Bagaimana kiprah dan aksi panggung mereka. Tapi setelah ini, saya adalah penggemar mereka! Deretan list yang cocok membuat semua orang bergoyang dan menikmati pesta. Sangat tepat dijadikan encore dan menghabiskan hari yang penuh cerita.

Sedangkan di break session ada 30 kelas menanti. Semuanya tersebar dengan materi yang sangat menarik. Ada kelas Common Creatives, mengenai hak cipta. Diet Kantong Plastik, Jejak Kaki Indonesia, Start Up Local, Nulis Buku, Makassar Tidak Kasar, dan masih banyak lainnya. Seakan-akan kita ingin membagi diri menjadi 30 dan mengikuti semua sesi tersebut.

Kontingen Makassar

Pada akhirnya ini bukan saja cerita tentang bersenang-senang. Ada berbagai misi yang dibagikan. Ini tentang kerja keras, tentang mimpi bagaimana keragaman di dunia online Indonesia bisa bersatu pada dan dalam wadah yang sama. Selamat untuk Rara dan teman-teman panitia yang telah menyukseskan Pesta Blogger+ ini.

Image Credit to Daeng Gassing

Thursday, September 16, 2010

Glee : that’s why I love music so much!

Jika ada yang bertanya genre film apa yang paling sering saya tonton, maka orang-orang terdekatku pasti akan menjawabnya. Mereka yang telah mengerti sepenuhnya, minat, bakat, serta kesenanganku. Deretan smallville, heroes, roswell, supernatural, lost yang akan kalian temui sebagai jawaban. Dari dulu, genre itulah yang bisa saya tongkrongi, dari season pertama sampai season terakhir.



Apa yang terjadi dengan Glee? Apakah ada pengecualian? Sepertinya begitu. Dan sepertinya saya menjadi orang paling terakhir yang menyadari bahwa serial tersebut memiliki nilai plusnya sendiri. Sejak jauh jauh hari kolega saya di CreativeDisc selalu membicarakan serial fenomenal tersebut, tapi saya tetap anteng saja. Alasannya? Malas sama sesuatu yang berbau pop!

Disinilah letak kesalahannya. Hahaha! Akhirnya suatu ketika saya memberanikan diri untuk membeli Dvd bajakannya, sejak itulah saya jatuh cinta pada episode pertamanya. Apakah memang sebuah serial atau cerita bisa dibuat berdasarkan rentetan makna dan interpretasi sebuah lagu? Jawabannya adalah Glee!

Pertama menikmati Glee saya justru mendapatnya dari deretan 2 album soundtracknya. Saya belum bisa ngeh sepenuhnya. Maklum saja, ditelinga saya itu hanyalah remake beberapa lagu yang telah hits. Mixingnya pun saya tidak mengerti kenapa bisa mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut. Semuanya karena memang saya tidak pernah menyaksikan serialnya.

Maklum sikap skeptis saya mungkin perwujudan rasa traumatis menyaksikan ketiga installment High School Musical. Padahal Glee berbeda dengan film tersebut. Kekuatan vokal para anggota New Directions berbeda dengan pop-crunch-wannabe yang ditawarkan oleh Zac Efron dan teman-temannya. Setiap scene dan jalinan cerita yang dibuat pun senatural mungkin dan sesuai dengan pemilihan lagu yang tepat.

Satu hal kesimpulan saya setelah marathon serial ini selama seminggu adalah kita (atau saya tepatnya) tidak bisa lepas dari music. Akan interpretasi yang dibuat, semua lagu rasanya mewakili beberapa episode hidupku. Semuanya bertaut satu sama lain dan entah mengapa saya bisa menemukan track-track yang tepat untuk dijadikan soundtrack of the scene. Seperti setiap alur cerita dalam Glee.



Bagaimana suatu lirik bisa membuat dada membuncah, bagaimana suatu lagu bisa membuatmu berdrama dan menikmati setiap episode kehidupan dengan maksimal. Mungkin saja juga hidup saya sudah tidak terlalu penuh drama seperti dulu, tapi saya tetap membutuhkan candu-candu itu untuk melanjutkan hidup.

Ketika Taller, Better, Stronger milik Guy Sebastian pernah begitu menopangku, ketika Irrepleaceable nya Beyonce bisa membuatku menegakkan kepala ketika jatuh karena masalah hati. Atapun ketika saya bisa meneriakkan hasrat stalker ku bersama Muse di Undisclosed Desire. Semuanya terangkum dan memiliki kenangannya tersendiri.

Sekarang track yang menjawara dalam playlist dan hidup saya adalah Unbroken milik Stan Walker, Broken Arrow dari Pixie Lott, Brielle nya Sky Sailing dan satu lagu yang membuatku terbuncah dalah Strip Me yang dibawakan dengan apik oleh Natasha Beddingfield. Apa yang terjadi dengan hidupku? Silahkan baca sendiri, karena seorang teman pernah berkata, hidupku sangat mudah terbaca dengan berbagai playlist yang kubuat.

Seperti Kurt, Rachel, Finn, Puck, Mercedez, Will dalam Glee, ada pemaknaan tersendiri terhadap semua musik dan lagu yang ada di dunia ini. Itulah yang menjadi soundtrack kehidupan, dan saya bisa tegas berkata, “I can’t live my life without music”.

Saturday, September 11, 2010

What is the right investment for you?

Many people confused what they want to do with their money. Just spend it with buy a house as an investment, go to the bank, having some gold for future benefits, how the price of gold nowadays? or make an education scholarship? That’s a lot choice you can do. But you have to think about what investment that brings you a lot of benefit.



If you choose a house or an apartment for your investment, you have to think about daily maintenance. Or even you have to watch it every day. If you choose saving your money in the bank, you have to think how to choose the right bank? How about the program? Is it worth with the income that you received?

When you have an account in the bank, maybe you will take the credit card too. This makes you having the most dangerous things in the world is the hunger of shopping. You want to buy everything, even though you didn’t need it. You can read it in the newspaper, or watching the television how not only woman doing this shopping things, but the man also did it.

How about the gold? What about the gold price? Is a safety choice for the future? If you have to choose, the gold investment is the right choice. Because the price is rarely stable. Every year the value of the gold is rising up. It equals with the oil in the world.

Because of this, many people choose it as the investment. So, what is the right gold to buy? It’s depends on you looking the gold spot. You can choose the gold as your jewel. You can wear it in special occasion. Or you can try the coin or the bar gold.

Tuesday, May 25, 2010

#7 - Banyak jalan menuju Roma, eh salah Arsenal!

Akhir-akhir saya senang pulang dirumah di sore hari. Walaupun rasanya agak aneh (jam 5 sore sudah ada dirumah? Bahkan pagar saya pun ketawa!) tapi ada satu yang menjadi ketertarikan tersendiri. Suara anak-anak riuh yang sedang bermain bola di belakang rumah. Ya! Tepat di belakang rumah!



Semuanya berawal dari sepupu di sebelah rumah. Saya lebih senang memanggil mereka krucil. Kurcaci-kurcaci cilik. Sepertinya kesenangan pada si kulit bundar sangat besar. Tidak pagi, siang, sore, pastilah saya bisa melihatnya bermain bola. Entah main sendiri, berdua bersama sang adik, atau justru beramai-ramai. Apalagi kalau hari libur, uuh! Suasana di rumah pasti layaknya stadion kebanggan. Penuh dengan (calon)para pemain bola yang siap mengadu ketangkasan.

Lantas kenapa juga mereka bermain di halaman rumah saya? Maklum, dampak hidup di jaman sekarang. Rasanya susah sekali menemukan tanah lapang untuk bebas berlari. Jadinya anak-anak malah bermain bola di jalanan atau di emperan ruko. Malah jadinya membahayakan. Untuk alas an itulah mereka di ijinkan untuk main di halaman belakang rumah. Tapi jangan bayangkan halaman rumah saya seluas lapangan bola yah! Hahaha!

Pokoknya bisa lah membuat dua buah gawang dan masing-masing tim bisa sampai 5 orang.
Saya selalu berpikir, bagaimana nasib anak-anak ini diesok hari yah? Karena saya tahu betul, beberapa dari mereka bukan menjadikan sepak bola menjadi sekedar hobi saja. Tapi mereka mempunyai mimpi untuk seperti bintang-bintang pujaan mereka, sebut saja Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan masih banyak lagi. Rasanya terkadang mereka pun saling berceletuk menyebut nama-nama pemain PSM Makassar bahkan sampai nama Ramang, sang legenda sepak bola di Makassar mereka sebut juga. Sekali lagi, saya hanya bisa tersenyum. Mampukah mereka mewujudkan mimpinya?

Eng ing eng! Sepertinya memang saya disengajakan untuk melihat para krucil itu bermain bola. Semangat mereka untuk bermimpi selalu menjadi semangat saya juga dalam melanjutkan hari. Tidak sengaja saya nyasar di notes milik Ntan. Salah seorang sahabat. Mengenai apa? Audisi ke Arsenal! Di bidang yang para krucil itu kuasai dengan baik, yaitu sepak bola.



Ah, rasanya ini menjadi mimpi yang semakin mendekat. Pasalnya, setelah tahun lalu hanya Jakarta dan Bandung saja yang menjadi tempat audisi, tahun ini ada Medan, Surabaya dan Makassar yang menjadi tempat seleksi juga. Bahkan tidak tanggung-tanggung akan ada 4 (EMPAT, sodara!) yang akan dipilih dan dilatih di Jakarta oleh Arsenal Soccer School dan SSI (Sekolah Sepakbola Indonesia). Tentu saja hasil seleksi dari kota lain juga akan berkumpul dan berlatih bersama. Ah, betapa banyak pengalamannya mereka nanti!

Oke, persiapan sudah siap. Sekarang tinggal mendata para krucil-krucil itu saja! Soalnya batasan usianya hanya 7 sampai 12 tahun saja. Plus satu lagi, saya menjadi manajer mereka! Hahaha! Soalnya untuk audisi ini harus diantar langsung oleh orang tua dan menunjukkan fotokopi akte kelahiran plus 4 bungkus Biskuit Juara. Berhubung belum punya anak sendiri, yah, jadi paman beruang baik hati lagi deh :D

Sekarang tinggal menunggu weekend! Karena audisi ini akan dilakukan tanggal 29-30 Juni 2010 di Lapangan Hasanuddin. Audisinya pun mulai dari pukul 7 pagi, jadi bisa skalian olahraga juga disana. Lumayan lah untuk membakar lemak, soalnya pasca radang telinga, kayaknya berenang menjadi olahraga terakhir yang bisa dilakukan.

Saya hanya bisa mengantarkan mimpi para krucil itu sampai disini, yah, kalo gak menang audisi, syukur-syukur dapat hadiah Handphone dan produk dari Nike. Daripada tidak ada? Tapi saya yakin mereka bisa. Dengan semangat dan mimpi, mereka mampu menjadi bagian dari 15 anak yang akan berangkat ke London pada akhir Juli nanti. Harumkan nama Indonesia! Saya yakin kalian bisa!

Untuk Info lengkapnya bisa dilihat Facebook atau Website Biskuit Juara

Tuesday, May 18, 2010

#blog31hari

Mungkin pekan lalu adalah pekan yang paling tidak produktif buat saya. Pasalnya ada banyak postingan yang tidak selesai. Udah nyampe setengah, tiba-tiba aja moodnya hilang entah kemana. Jadinya hanya tersimpan di draft saja. Menunggu untuk diselesaikan dan dipublish di blog. Menurut saya ini tidak produktif, karena mengerjakan sesuatu tidak sampai selesai. Kalau begitu sih mending skalian tidak ditulis (halah!)



Apa yang bisa lakukan untuk mengembalikan mood yang sering jatuh setengah itu? Well, secara tidak sengaja saya melihat status Rara di FB. Mengenai tantangan #blog31 hari yang rame dikomentari sama Ntan dan Nanie. Perasaan saya tergelitik! Saya harus ikut!
Postingan awalnya sih mulai dari Endhoot. Temannya Rara. Saya pun belum mengenalnya. Hehe, hanya melihat percakapan-percakapan sekilasnya di Wall mantan bu erte. Tapi yang namanya niat baik harus terus dimajukan kan? (Kok jadi malah makin ngaco?)

Ya sudahlah, dengan ini saya meresmikan diri untuk ikut dalam tantangan #blog31 hari. Sebuah gerakan yang membuat para bloggerhood untuk meramaikan lagi kancah persilatan dan sebagai dukungan kepada Rara yang terpilih sebagai manusia kursi Pesta Blogger tahun ini.

And the journey is begin :D

Monday, May 3, 2010

Siapkah kita ketika hari itu datang?

Bagaimana rasanya ketika kau kehilangan seseorang dalam hidupmu? Seseorang yang sangat berarti. Entah mengapa pikiran itu sejenak terlintas di kepala. Apakah saya akan masih bisa melanjutkan hidup? Mengingat bahwa masalah umur dan hidup tidak ada yang pernah tahu rahasianya. Dan drama inilah yang terjadi dalam kepalaku saat ini. Bahwa saya kehilangan seorang sahabat di dunia. Kehilangan dalam artian sebenarnya, bahwa dia telah kembali ke sang Khalik.

Sekali saya pernah berada dalam posisi ini. Ketika saya merasa sangat dekat dengan seorang sahabat. Saya bercerita apapun kepadanya. Dia pun demikian. Barulah ketika saya mengetahui bahwa dia mengidap penyakit yang sangat parah, saya semakin sayang kepadanya. Menjadi teman yang selalu ada dan selalu setia. Tapi ternyata kenyataan yang ada berubah. Alasan sakitnya itu ternyata hanyalah sebagai alat dan senjata saja. Untuk memperoleh perhatian dari perempuan yang dicintainya. Berharap mereka akan berempati seperti apa yang saya rasakan. Tapi sejak itu pula, saya mulai sedikit kehilangan respek tentang penyakitnya. Karena kepada saya, dia tidak berkata sebenarnya. Apa yang harus saya percaya?



Sekarang saya berkenalan dengan seseorang lagi. Begitulah hidup. Orang-orang datang dan pergi dari kehidupanmu. Tanpa pernah kita tahu, siapa yang akan menjadi temanmu di keesokan harinya. Berawal dari komentar status di facebook, bertukar cerita melalui inbox message, sampai akhirnya bertukar kabar melalui sms dan telepon. Saya merasa nyaman dengannya. Bertukar cerita mengenai kegiatannya yang menjadi mentor untuk anak-anak yang mengidap autis. Dia pun mendengarkan ketika saya berkeluh kesah mengenai kantor, ketika terkadang beberapa teman tidak mengerti apa yang saya rasakan.


Satu hal yang membuatku kaget adalah, ketika dia menghilang hampir seminggu. Tanpa ada kabar, tanpa ada berita. Kemana dia? Saya berusaha positive thinking. Bahwa mungkin dia sibuk atau lagi apalah. Dan ternyata tebakan saya benar. Dia lagi sibuk. Sibuk di rumah sakit untuk menjalani kemoterapi.


Setelah bercerita kurang lebih hampir sejam, barulah saya tahu semua kabar beritanya. Tahu bagaimana dia menjalani hidup selama ini. Saya pikir, hidup yang didedikasikannya untuk mengajar anak-anak autis sudah sangat membuatku kagum, ternyata ada luka dan pengalaman yang lebih besar dibalik itu. Dimana dia menjalani hidup dengan caranya sendiri, berhenti kuliah untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Menjadi tulang punggung orang tua pada saat sang ayah meninggal. Menjadi “orang luar” di keluarganya sendiri karena dia memilih untuk hidup sendiri dan membiayai hidupnya sendiri.

Seperti alur cerita dalam sebuah film, sekarang saya mengetahui bagaimana kanker otak pelan-pelan menggerogoti hidupny. Semua tabungan dari hasil pekerjaannya hanya habis di rumah sakit saja. Bahkan dia sudah sampai menjual laptop, televisi dan motor untuk menutupi biaya rumah sakitnya. Untuk menjalani sesi kemo dan sesi pengobatan lainnya. Dan ketika saya sendiri sudah sangat sedih mendengar ceritanya, dia masih bisa tersenyum dan tertawa. Berkata memang beginilah hidup yang telah ditakdirkan untuknya.

Kenapa saya bisa merasa sangat dekatnya? Mungkin karena perasaan senasib itu. Dimana kami benar-benar fight dan struggle mengenai isu keluarga dan bagaimana menjalani hidup. Bagaimana kepedihan demi kepedihan terus datang dan kami masih bisa melewatinya. Sampai saat ini kami masih bisa tersenyum dan berkata, bahwa memang kita sudah lulus satu ujian. Tapi apakah kita akan lulus dengan ujian berikutnya?

Sejenak saya malu dengan diri sendiri. Terkadang beberapa keadaan yang tidak nyaman sudah membuatku menjudge hidup. Hanya karena saya harus tinggal di rumah pada sabtu malam, hanya karena saya tidak bisa memakai pakaian yang bagus, hanya karena ini atau hanya karena itu. Saya terkadang lupa bahwa saya lebih beruntung dari banyak orang di luar sana. Saya beruntung masih memiliki kedua orang tua, masih memiliki pekerjaan, dan masih memiliki orang-orang yang peduli kepada saya. Kenapa saya terkadang lupa untuk bersyukur?

Sekarang, apakah saya siap ketika orang-orang terdekat saya akan pergi? Entahlah, saya belum bisa menjawabnya. Tapi pastinya saya sudah harus mempersiapkan hati dan pikiran untuk itu. Bukankah sudah sering diceritakan bahwa dunia ini hanyalah tempat pesinggahan semata?

Saya bersyukur bertemu dengan orang ini. Dia membuatku berpikir tentang apa yang saya miliki. Tentang hidup yang saya jalani. Sekarang saya hanya bisa menjanjikan untuk selalu berada disampingnya selalu. Menjadi teman yang bisa diajak cerita kapanpun. Walaupun dia berada jauh disana. Sedangkan dengan sahabat saya yang satunya? Biarlah dia mencari hidupnya dulu. Karena saya juga pasti tidak mampu untuk melupakan atau mencuekinya, karena dia pernah menjadi penopang dalam satu bagian hidupku. Mari kita syukuri hidup ini dan menjalaninya sebaik mungkin. Sampai hari itu datang dan saat kita tiba untuk kembali kepadaNya.

image diambil dari sini.

Monday, April 19, 2010

Kisah si perenang amatiran (bagian 1)

Entah sudah berapa kali postingan mengenai saya yang berusaha menjadi sehat ada di blog ini. Mulai dari resolusi hidup sehat, niat untuk berolahraga, dan semuanya itu gagal! Tidak ada yang berhasil. Sampai angka timbangan sudah sampai ke angka 99++ dengan segala konsekuensinya.

Tapi kenyataan itu bertambah menyeramkan ketika saya masuk di kantor yang baru. Kenapa? Disini justru saya kebanyakan duduk. Bisa dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Belum lagi ditambah asupan makanan berlemak –kenapa semua makanan enak itu selalu membawa dosa?- di tiap rapat atau sesi makan gratis lainnya. Mau mati muda?

Saya pikir tidak. Kiprahku masih panjang. Masih banyak hal yang ingin saya lihat dan ingin saya lakukan. Tapi bagaimana caranya kalau gaya hidup seperti itu? Olahraga cuma seminggu sekali, sementara asupan racun bisa berlangsung tiap hari. Ini harus dihentikan!

Akhirnya setelah memikirkan berbagai macam alternatif olahraga, akhirnya saya memutuskan untuk melakukannya. Fitness? Tidak. Saya masih parno akan kemungkinan badan yang semakin melar kalau fitness tersebut tidak berkelanjutan. Bersepeda? Duit saya belum cukup buat membeli sepeda yang rasanya menjadi semakin mahal. Lari? Huff! Banyakan capeknya. Lagian efek cedera menjadi terlalu besar karena tungkai yang kecil belum mampu menopang badan yang segede-gede gaban. Jadi?



Renang! Akhirnya saya memilih jurus ini untuk sedikit mengeraskan dan menghilangkan gumpalan lemak di tubuh. Ada ketakutan yang menghantui sebenarnya, saya belum bisa terlalu berenang. Itupun kalau ke kolam atau ke pantai, banyakan main airnya daripada berenang. Sebentar apa yang dikatakan orang? Kalau saya tenggelam?

Pertanyaannya lagi, saya mau berenang dimana? Celana renangnya mau bagaimana? Beli? Dimana? Berapa harganya? Hahhaha. Kok kayaknya ribet banget yah! Tapi berhubung niat yang sudah membulat, maka saya pun memulai perjuangan saya sebagai perenang amatiran.

Yang pertama dilakukan adalah berburu celana renang! Dimana saya bisa mendapatkan celana renang yang cocok untuk beruang? Saya sempat mengikuti saran seorang teman di kantor, katanya cari di Barata. Sebuah toko pakaian di daerah pantai Losari. Beberapa kali niat ini selalu gagal, tapi begitu kesampaian ternyata hasilnya pun tidak sesuai dugaan. Pas saya menanyakan celana renang yang dimaksud, mbak-mbak penjaganya cuma bilang,

“maaf pak. Tidak ada ukuran untuk bapak”


Wtf! Apalagi penjaga toko itu mengatakannya tanpa merasa bersalah sedikitpun! Akhirnya saya bingung lagi, mau cari dimana? Lokasi kedua : matahari! Disini baru saya mendaptkan yang sesuai, yah Cuma satu masalahnya. Harganya ngajakin miskin banget! 189. 000 rupiah. Huhuhuhu. Mau makan apa saya selama sisa sebulan ini? Tapi yasudlah. Daripada besok yang kenapa-kenapa, akhirnya celana ini terbeli juga.

Rencana kedua adalah hunting kolam renang. Dimana? Kapan? Bagaimana? Dari sekian banyak kolam yang ada di Makassar, hanya ada ebberapa tempat yang rekomendasi mengenai kebersihannya. Untuk waktu sih, sepertinya tidak ada waktu lain selain sore hari. Kolam Mattoangin? Kejauhan dari kantor, belum dapat macetnya selama perjalanan. Pasti sampai disitu kolamnya sudah tutup. Unhas? Kayak tidak tahu saya kolam renangnya diisi pakai air dari mana. Dari danau unhas cint! Kolam hotel? Nggak tahu harganya berapa, pasti lebih ngajakin miskin banget lagi. Dan akhirnya pilihannya jatuh ke padepokan Tirta Lontara. Murah, meriah, dekat dari kantor.

Semua persiapan sudah siap, jadi tunggu apa lagi?

Thursday, March 18, 2010

What will (kills) the radio star?

Saya sedikit tersenyum ketika kemarin membaca beberapa status teman-teman saya di FB. Dari bagaimana kemacetan melanda, hujan, bahkan status terbaru tentang skala percintaan mereka. Satu yang paling menarik perhatianku adalah status dari mantan salah seorang penyiar radio remaja di Makassar. Statusnya seperti ini,

“Sore-sore begini enaknya ngapain yah? Dengarkan saja radio Ma**ma, we have trainee kiddos for you”

Dalam hati saya berkata,

“wah mereka sudah punya anak baru lagi?”.


“Anak baru”. Yah, seperti itulah kami memberikan julukan, nama, atau apalah istilahnya untuk mereka yang mau menjual jiwa mereka menjadi penyiar radio. Saya masih ingat ketika di tahun 2003, saya nekat untuk memasukkan lamaran dan CV saya sebagai penyiar juga. Bersaing dengan hampir 50 orang untuk mengisi satu slot siaran. Hasilnya? Pengalaman yang sangat menyenangkan.



Nah, kembali ke masalah penyiar baru tadi. Saya kemudian berpikir apakah mereka akan sanggup tampil beda dan berjuang sampai memiliki nama? Karena keadaan sekarang berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Apalagi untuk segmentasi yang menyasar anak muda. Kenapa? Segmen ini sangat cair. Mereka sangat mudah disetir seleranya. Apalagi ketika mereka bergabung dalam sebuah geng ataupun sekte. Dimana keseragaman menjadi aturan utamanya.

Seorang penyiar bisa menjadi “local celebrity”. Siapa yang tidak akan menghapal nama kamu ketika kau tidak henti-hentinya berbicara dari pukul 6 pagi sampai pukul 9 pagi? Ataupun dari pukul 7 sampai pukul 10 malam? Seorang penyiar radio bahkan bisa menjadi sahabat yang paling dekat. Memasuki ruang intim pribadimu. Laki-laki mana yang berani memasuki kamar seorang cewek di atas jam 10 malam? Walaupun hanya dalam bentuk suara.

Radio menjadi teman ketika ngobrol bersama teman, menjadi teman belajar, bahkan saya pernah merasakan bagaimana deg-degan nya menunggu request-an saya diputar oleh sang empunya acara. Coba saja menelepon Satu acara di jam prime time (jam pagi, tengah hari ataupun malam hari), entah itu sekedar request ataupun ikut ngobrol, pastilah jarimu akan gemas menekan tombol telepon. Saking banyaknya orang yang ingin menelepon. Apakah hal ini masih berlangsung sama?

Beberapa tahun lalu ketika distraksi perhatian belum sebanyak sekarang, radio bisa menjadi sarana hiburan utama (atau bahkan menjadi media utama) bersanding dengan televisi dan koran. Sekarang? Ada aneka ria jejaring sosial. Dimana ketika beberapa remaja berkumpul, dengan laptop dan koneksi internet, mereka justru lebih nyambung dan nyaman ngobrol dengan fasilitas chat. Aneh. Belum lagi aneka mall yang terus bertambah. Secara tidak langsung ini merubah pola hidup mereka yang lebih banyak bersentuhan dengan dunia luar. Apakah mereka masih memiliki waktu untuk mendengarkan radio?

Ada lagi ada satu juta situs yang tersedia di internet untuk mengunduh lagu secara gratis. Mp3 bajakan di bertebaran dimana-mana.

“untuk apa menunggui sebuah acara di radio hanya untuk mendengarkan sebuah lagu? Toh saya sudah punya lengkap koleksi albumnya.”


Bisa saja pertanyaan itu yang muncul. Ketika era Mp3 bertebaran dimana-mana. Sekarang ketika kita sedang dikuasai pop Indonesia, bahkan televisi pun tidak mau ketinggalan merasakan fenomena ini. Berlomba-lombalah mereka mencari presenter yang cantik, menarik, lucu, yang bahkan tidak jelas mereka melawak ataukah membawakan suatu acara. Semakin terdistraksi lah lagi pendengar radio.

Semakin menariklah bagaimana seorang penyiar (radio) harus bisa terus survive dimasa sekarang. Dimana mereka tidak hanya mengandalkan musik dan lagu terbaru saja sebagai senjata utama. Karena hal tersebut sudah semakin mudah didapat. Mereka harus memilki style dan gaya sendiri. Supaya mereka tetap bisa di notice dan menjadi “local celebrity” berikutnya. Selamat berjuang guys!

Sunday, March 14, 2010

Quarter-life crisis, is it okay?

Beberapa hari yang lalu seorang sahabat mengirimkan sebuah sms. Katanya dia bingung dengan apa yang dia lakukan sekarang. Semuanya terasa sia-sia. Di usia 25 tahun, semuanya terasa membingungkan. Mengenai apa dan bagaimana dia menjalani masa depannya. Posisinya saat ini? Sedang mengambil kuliah S2 di kampus bergengsi di Yogyakarta dengan jalur beasiswa. Sebelum itu dia menolak lamaran untuk bekerja di dalam bank nasional. Itu baru sedikit catatan rekor dalam kehidupannya. Lantas mengapa dia mesti bingung dan takut dengan kehidupannya?



Setahun yang lalu pun saya berada di titik yang sama dengannya. Ketika label “fresh graduate” masih menempel di jidat dengan sangat segarnya. Walaupun saya sudah memiliki posisi dalam sebuah perusahaan sebagai marketing, tetap saja pertanyaan itu terus merongrong saya dari dalam. Mau jadi apa saya setahun kemudian? Bagaimana nasib saya kalau perusahaan ini tiba-tiba colaps? Bagaimana ini, bagaimana itu, sehingga saya merasa tanggung dan tidak nyaman menjalani hari demi hari di posisi tersebut.

Barulah seorang teman yang menyadarkanku tentang apa yang terjadi. Seseorang dengan usia yang dewasa dan pengalaman yang lebih banyak. Apa yang bisa terjadi pada seseorang di umur 24, 25, atau 26 tahun. Quarter life crisis. Sebuah barang dan kosa kata baru dalam kehidupanku.

Kenapa mesti dalam usia seperti itu? Barulah saya mengingat pelajaran dalam konteks psikologi sewaktu mengerjakan sang skripsi tercinta, bahwa usia 16 dan 17 tahun merupakan usia seseorang dalam mencari jati dirinya. Ketika dia memilih dengan siapa dia berteman dan bagaimana dia menjalani hari-harinya.

Nah, lantas di usia 24 inilah seseorang sudah mulai memasuki fase kemapanan. Dimana perbandingan terus terjadi dalam kehidupannya, “kenapa hidup saya tidak seperti miliknya?”, “kenapa kerjaan saya tidak seperti miliknya?”. Ditambah lagi hubungan relasi dengan seseorang, dalam hal ini pacar atau suami, yang mungkin belum dimiliki. Sehingga lengkaplah sudah penderitaan. Dimana dia harus berjuang sendirian untuk mencari kemapanan.

Twenty and thirtysomethings are reluctant (or unable) to save for their futures. Only half are saving for a pension and of those half think they’re not paying enough, according to research by pensions provider Standard Life. (Wikipedia)

Seperti yang dijelaskan oleh nona Wikipedia, sebenarnya masalah yang terjadi sangat sederhana. Ketika kita secara tidak langsung membandingkan hidup kita dengan orang lain. Ketika melihat orang lain sukses, kita langsung merasa bahwa apa yang kita kerjakan tidak ada apa-apanya. Saya mengingat perkataan Mario Teguh, “jangan pernah berjalan dengan menggunakan sepatu orang lain”. Mengapa? Belum tentu sepatu tersebut cocok dengan ukuran kaki kita, belum tentu cocok dengan style kita. Jadi mengapa harus memaksakan diri?

Okelah, rasanya sangat tidak adil saya berkata ini sekarang. Posisi saya sudah berada di titik aman. Memiliki pekerjaan yang bisa menjaminku sampai anak cucu kelak, tapi hey, bukankah sudah saya katakana sebelumnya? Saya juga pernah berada di fase itu dan saya masih cukup kuat untuk melewatinya.

Apakah sang teman tidak sadar ada jutaan orang yang ingin berada di posisinya yang sekarang? Menikmati kuliah di kampus bergengsi? Padahal belum tentu sarjana yang lain memiliki kesempatan yang sama. Bahkan beberapa orang memiliki nasib yang lebih buruk. Sebenarnya sederhana, jangan selalu melihat ke atas, bisa saja lehermu akan pegal dan sakit. Cobalah melihat ke bawah. Melihat kenyataan yang ada dari sudut pandang yang berbeda.

Pada akhirnya bagi mereka yang akan memasuki usia seperti itu, silahkan persiapkan diri. Mau tidak mau dilemma itu pasti terjadi, sehingga ketika saatnya tiba kamu bisa melewatinya. :D

Sometimes silence can seem so loud, There are miracles in life I must achieve, But first I know it starts inside of me (R. kelly - I Believe I Can Fly)

*nb : I know you can handle it sist,

Tuesday, February 2, 2010

Caraka, bukan profesi yang bisa diremehkan.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel di sebuah tabloid-yang-saya-sudah-lupa-namanya mengenai profil seorang Bapak yang menjadi pengantar surat di Masjid Istiqlal. Apa yang membuatku takjub? Mungkin untuk mesjid di sekitar rumah, tidak membutuuhkan administrasi persuratan yang bisa menyamai kantor walikota. Tapi Mesjid Istiqlal? Singkat kata, sang Bapak bercerita mengenai pengalamannya mengantar surat untuk penceramah, atau undangan buat pejabat-pejabat di Jakarta untuk acara-acara khusus. Dengan modal utama sebuah sepeda motor, dia menembus gang demi gang untuk bisa sampai ke alamat tujuan.

Satu cerita lagi, pekan lalu saya sempat bertemu dengan seorang pak pos. Tepatnya sengaja ketemu karena beliau sudah kebingungan mencari satu alamat rumah. Berbekal wangsit dari saya yang-lumayan-kurang-bisa-dipercaya, akhirnya Pak Pos berhasil mendapatkan rumah tersebut.



Saya tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang pegawai pos. mungkin karena korespondensi persuratan saya sudah berakhir di jaman SD. Dengan satu sahabat pena dari Sumatra Utara. Urusan untuk ke kantor pos pun sekarang didasari dengan niat yang tidak biasa. Entah untuk membayar kreditan motor atau membayar rekening telepon. Beberapa bulan lalu saya mengunjungi kantor pos dengan ikhlas dan berniat berkirim surat. Surat apa? Apa lagi selain berkas CPNS saya? Hahaha.

Akhirnya kemarin saya diberi kesempatan untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang Caraka, Pengantar Surat, Pak Pos, ataupun istilah lainnya. Berbekal belasan surat tender yang harus dikirimkan kepada klien, maka melajulah saya bersama Caraka kantor. Loh, kok saya juga ikut? Berhubung surat tender ini isunya sangat sensitive, maka dibutuhkan bukti otentik bahwa surat tersebut memang telah sampai ke alamat dan tangan yang pas. Nah, disitulah peran saya. Memegang kamera dan membuat dokomentasi dari setiap surat.

Perjalanan menembus ujung Timur Makassar, yeah! Daerah Samata, Jipang, dan Minasa Upa, sampai ke bagian utara kota, yaitu daerah Sulawesi dan Banda, daerah Selatan kota Makassar, Cendrawasih, Tanjung dan Kumala, sampai akhirnya masuk ke pertengahan kota lagi. Yang menjadi urat terbesar dari jalan di kota Makassar. Yaitu jalan Pettarani.

Bagian tersulitnya adalah ketika banyak sekali alamat yang sudah berpindah, masuk lorong, penuh dengan jalanan becek (ini musim hujan teman!),sampai harus melakukan cara primitive untuk bisa sampai ke alamat tujuan. Yaitu bertanya sana sini. Sebenarnya pengalaman ini sudah pernah dan biasa saya lakukan. Di komunitas pun, saya yang sering bertugas mengantarkan undangan ataupun proposal ke seluruh penjuru mata angin. Bedanya? Kalau persuaratan kami saling berbagi tugas, sedangkan sekarang harus menghandle satu kota sendirian.

Dulu saya masih sering menganggap enteng profesi Caraka. Sebuah bukti keangkuhan karena berada di posisi lapisan atas. Tanpa pernah berpikir bahwa kami ini semua hanyalah bagian dari satu sistem yang lebih besar. Satu bagian saja yang tidak jalan maka keseluruhan sistem bisa chaos.

Sebuah bagian kecil yang terkadang terlupakan. Bagaimana sebenarnya sebuah posisi juga mempunyai tanggung yang sama. Hanya lingkup kerjanya saja yang berbeda. Mungkin saya beruntung masih bisa mengenyam bangku kuliah. Kalau tidak, posisi saya mungkin juga sama dengan Caraka tersebut.

Akhir-akhir ini saya pun sering sekali mendengar ungkapan walk in my shoes. Kita terkadang memasang stereotype seenak jidat dan tidak pernah membayangkan, bagaimana kalau kita berjalan dengan memakai sepatu orang lain? Atau sedikitlah mencoba bagaimana rasanya menjalani peran orang lain.

Setidaknya kemarin saya mendapat satu pelajaran lagi. Bahwa kita semua sudah memiliki peran dan kisah masing-masing. Tidak usah saling membandingkan antara Caraka, Pegawai ataupun posisi yang lain. Karena masing-masing mempunyai tanggung jawab dan permasalahannya masing-masing. Dan satu yang penting, menjadi seorang Caraka itu tidak mudah. Percayalah!

Tuesday, December 22, 2009

Buka Semangat Baru

Kalau ada lagu Indonesia yang terus terngiang-ngiang di kepalaku saat ini, maka lagu itu adalah lagu keroyokan milik Ello, Ipank, Berry, dan Lala. “Buka semangat baru”. Inilah contoh sebuah lagu Indonesia yang baik dan benar. Senang rasanya mendengar lagu ini ditengah gempuran pop menye-menye yang menyerang dari segala arah. Entah itu dari televisi atau dari radio.

Saya sendiri menyimak lagu ini beberapa minggu lalu di salah satu acara musik di televisi. Dari musik yang diusung, dari lirik positif yang ditawarkan, yes this is the winner of my playlist. Tapi saya menangkap ada yang aneh dari lagu ini. Tapi apa?

Pertanyaan itu terjawab setelah seorang teman memutar lagu ini di warnetnya berulang kali. Repetisi yang terjadi di telinga dan di kepala akhirnya saling bertautan. Memang ada yang aneh dalam lagu ini! Sampling lagu yang digunakannya terasa familiar. Beat-beat yang walaupun disesuaikan dengan genre masing-masing penyanyi (secara Ello, Ipank, Berry, dan Lala memiliki warna musik yang berbeda) tetap bisa terdeteksi. Saya pernah mendengar sampling lagu ini sebelumnya!

Ternyata benar, dari video klip yang saya saksikan, sebenarnya saya sudah bisa menebak lagu ini milik siapa. Dengan konsep karnaval, konsep sahabat, konsep semangat yang ditawarkan bisa memvisualisaikan tagline baru yang akan dilempar ke pasar oleh Coca Cola, “buka semangat baru”.
Coca cola ternyata ada dibalik ini semua. Dan saya pikir promo ini berhasil. Dengan konsep membuat satu full lagu yang dijadikan soundtrack, iklan ini mempunyai stopping power yang besar dan kita bisa langsung mengasosiasikannya dengan produk Coca Cola. Mengapa iklan ini dikatakan berhasil?

1. Dari sekian banyak list friend saya di Facebook, entah sudah berapa puluh orang yang menuliskan status “buka semangat baru” di wall mereka. Entah percaya atau tidak, tapi anda akan terkejut dengan kekuatan alam bawah sadar. Mungkin saat ini mereka belum mempercayai bahwa itu adalah iklan Coca Cola, tapi besok-besok, ketika mendengarkan lagu ini, di dalam kepala mereka akan langsung terngiang-ngiang, “ini lagu Coca Cola, ah saya jadi ingin minum”

2. Sekarang acara musik di televisi seperti jamur di musim penghujan. Tumbuh di mana-mana. Ini seperti memberikan pupuk tambahan untuk iklan ini meraja lela. Siapa yang akan menolak memutar lagu ini? Apalagi setelah seminggu premiere lagu tersebut, saya sudah mendapati refrain lagu ini yang kemudian disambung oleh iklan Coca Cola. Di televisi dan di radio. Ide yang jenius! Membuat konsep iklan dengan memanfaatkan keadaan yang ada.

3. Sosok Ello, Ipank, Berry, dan Lala bisa mewakili anak muda dan dinamis yang menjadi target pasar terbesar dari Coca Cola. Yah, untuk mereka yang ingin terlihat seperti idola mereka, pasti akan memilih produk ini daripada produk lain.

4. Seorang teman di Jakarta juga berkata promo tagline ini benar jor-joran. Keempat artis ini roadshow dari kantor ke kantor (kebetulan teman saya bekerja di bilangan Sudirman) dan menyanyikan lagu “Buka Semangat Baru”. Setidaknya trik ini cukup berhasil untuk menancapkan lagi di benak orang bahwa lagu itu milik Coca Cola.

5. Dua event besar, Natal dan Tahun Baru. Event apa lagi yang membuat kita membutuhkan semangat baru? Disaat perjalanan selama satu tahun dan kita mungkin marah, kecewa, gembira melihat hasil kerja keras selama satu tahun. Di saat inilah introspeksi biasanya terjadi, dan resolusi untuk tahun depan harus dibuat. Percayalah mereka tidak akan memilih “Baik-Baik Sayang” dari Wali, atau “Lakukan dengan Cinta” milik Mahadewi sebagai soundtrack mereka. Lagu Buka Semangat baru mewakili semangat itu.



Dari buku Marketing In Venus, Hermawan Kertajaya menjelaskan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan sebuah iklan adalah taktik. Bagaimana pesan yang dilempar bisa tertangkap dan tidak salah target. Bagaimana dengan iklan ini? Dari sisi contentnya mungkin standar, tapi dari segi context, hal ini berhasil untuk pasar Indonesia. Dengan menyelipkan full lagu itu tadi. Seperti lagu “Online” yang diidentikkan dengan koneksi cepat milik salah satu provider selular. Konteks ini terasa pas karena posisinya bisa nyelip di berbagai acara musik dan image tagline nya menjadi semakin kuat.

Akibatnya? Bahkan potongan lagu-yang-diselipkan-iklan-didalamnya membuat kita harus mendengarnya sampai selesai karena telah jatuh cinta dengan lagu tersebut. Bedanya dengan lagu yang telah popular duluan dan dijadikan tagline iklan, adalah kita sudah bosan dengan lagu tersebut. Sehingga ketika iklannya muncul di televisi, kita bisa saja mengganti saluran televisi atau radio tanpa merasa berdosa. Berbeda dengan ketika orang-orang masih “penasaran” dengan lagu “buka semangat baru”, mendengarkan musiknya pun orang akan terhenti dan mendengarkannya sampai selesai.

Overall, tagline “Buka Semangat Baru” rasanya akan sukses dan salut saya untuk orang dibalik konsep kreatif iklan ini. Setidaknya ada iklan baru yang mempunyai stopping power besar dan bekerja dengan caranya yang unik.

Monday, July 13, 2009

Lomba : Internet Sehat Untuk Keluarga

Tadi saya sempat ngobrol dengan Kak Eda, katanya untuk bulan ini promo Delta n friends bakal membahas mengenai blog! yah, bagaimana kaitan antara blog dan pendidikan di keluarga.


Kalau ingin ikut, ini dia persyaratannya.

Judul : Internet Sehat untuk keluarga
- Pengalaman menarik di internet
- Ajakan menjauhi Narkoba
- Ajakan mengurangi Global Warming

Yang di Nilai
-Orisinalitas Blog
-Kreativitas/keunikan memiliki konsep Edutainment
-Bahasa penulisan Blog : Komunikatif, enak dibaca dengan alur cerita mudah dimengerti
-Value/ nilai manfaat dan content blog
-Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat
Pendaftaran :
- 10 Juli s/d 30 Juli

Pengumuman Pemenang
1 Agustus 2009, 17.00 Wita, Telkom Cyber Centre

informasi : 0411- 420999, 0411- 421510, 081342066238

What is your dream car?

Yeah, I perceive this is the average of 2009. Some of my resolution is already done. From work, friends, family. Sometimes the resolution is not traveling well. At diminutive I try my best. And plan my plan one by one.

There’s one plan that I just can imagine. I ambition my dream car. A lamborghini. Why I declared is just a dream? It’s not simple to get it, even plan for 20 years. Maybe I can get it, with a jackpot from coffer maybe. Or maybe I can use the 2010 mercedes benz for my next resolutions? Well, about it just a plan. I still remember how's my father always told me that a guy must have their own car. With their own money. Why was that important? Because when you decide to have your own car, it means you already know about the oil, the engine, how to fix you car when it's broken.

One alternative that you can buy is a hybrid car. Why? This is the next big thing in the world. Because the global warming is became more dangerous. Nowadays in each country we can see all the government says we must reduce the pollution. I Have read the hybrid car review, and it sounds good. You can use it as your daily car without worry about the pollution.

So how about your dream car? Is it just to be dream? Just wake up and chasing that dream!

Sunday, July 5, 2009

It’s time to change, to get a better life.


Nope, ini bukan cerita mengenai power rangers. Ini bukan mengikuti pula slogan Obama. Saya hanya ingin berubah. Meninggalkan banyak gaya hidup yang selama ini telah saya jalani. Saya sadar bahwa saya tidak akan kemana-mana, ketika jalan ini masih saya tempuh.

”even we are in the right track, maybe someday you will realize that the right track has been changed”

Minggu ini kesehatan saya drop (lagi). Hebat! Catatan saya dipuskesmas kemarin bahwa dalam 2 bulan terakhir saya sudah 3 kali masuk dan meminta resep obat! Gejalanya? Sama semua. Dehidrasi. Kelelahan. Gejala demam. Sekarang yang paling parah, kolesterol dan gejala gula. Huhuhuhu. Rasanya ingin mengutuk dan menghancurkan diri sendiri saja. Semua ini karena saya sendiri sangat memanjakan diri. Tidak melihat apa yang masuk ke dalam tubuh. Semuanya diembat! Padahal saya masih ingat satu statement, bahwa sebenarnya rasa nikmat itu hanya berlangsung sepanjang 5 cm di dalam leher. Selanjutnya adalah racun!

Saya masih ingat dengan jelas perjalanan minggu lalu. Mulai dari perjalanan senang-senang yang mengantarkan kita kepada semua makanan enak. Sate, ayam goreng, mie ayam. Begh! Kalau saya pikir lagi sekarang, kok mengerikan sekali yah! Apalagi ditambah tidak ada olahraga. Bertambah jadilah semua penyakit itu menggerogoti dari dalam. Selalu pulang tengah malam, kurang istirahat, plus stress yang melanda.

Mudah lelah, selalu ingin tidur, hmmpph! Padahal saya sudah berniat untuk memulai hidup yang lebih sehat! Tapi memang begitulah manusia. Selalu menyesal di belakang. Saya sudah membeli 2 jenis teh, teh hijau dan teh hitam. Apel satu kilo. Quaker oat juga. Semuanya sudah lengkap. Tapi memang saya mesti dikalahkan dulu oleh sakit. Untuk kembali menyadarkan bahwa untuk sakit itu tidak enak. Terpaksalah selama dua hari saya hanya berbaring saja di tempat tidur. Mencoba mengingat dan bersemangat untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi.

Hari senin, 6 Juli 2009 merupakan hari pertama saya melakukan resolusi itu. Untuk memulai hidup yang lebih sehat lagi. Hari sabtu kemarin saya sudah banyak ngobrol dengan Alfie, mungkin kami akan lari setiap 2 kali sepekan di lapangan unhas. Sekedar membakar kalori. Saya juga sudah berencana untuk mengikuti latihan renang. Untuk gaya? Bukan. Setidaknya ada pelarian untuk tetap menjadi sehat. Selain itu tidak ada makanan berlemak lagi dalam minggu ini. Kalau minggu depan sih oke! Hehehe. Porsinya saja yang dikurangi. Kalau dulu saya bisa memakan porsi daging setiap hari selama seminggu, sekarang dikurangi saja. Diperbanyak di ikan plus tahu tempe. Sayurannya juga. Buahnya juga. Waduh! Bakalan menjadi herbivora lagi nih!

Sekarang saya juga berusaha untuk membiasakan bangun subuh. Sering malu juga sih sama diri sendiri. Shalat subuhnya selalu keteteran karena bangun di jam 6 pagi. Padahal tidur sudah dari jam berapa. Mungkin persepsi ini masih tertanam kuat di dalam kepala saya, bahwa tidur itu harus 8 jam. Padahal walaupun tidurnya Cuma 5 jam tapi berkualitas justru itu yang lebih baik. Ditambah memang gaya hidup yang buruk, sempurnalah sudah sifat pemalas itu! tadi pagi saya sudah mencobanya. Bangun jam 5 subuh, sholat, plus jalan mengitari jalan dangko. Rasanya enak! Ini akan menjadi program harian. Jalan minimal 2 kilo sehari. Seperti dulu lagi.


Satu hal lagi yang mesti dirubah adalah persepsi saya mengenai kerjaan. Saya masih teringat perkataan Vita sewaktu kami melakukan ”heart conversation”. Sebenarnya passion saya dimana? Saya paling menikmati kerja dimana? Begitu pula sewaktu kumpul bersama Bunda, Uchk, Patrick, dan Fafa. Semuanya terlontar dengan begitu jelas. Sekarang semuanya harus fokus. Sudah tidak bisa maruk lagi, mau kerja ini, kerja itu. sudahlah. Semua orang sudah punya jatahnya. Sekarang tinggal pilih kerjaan mana yang paling diinginkan setelah itu fokuslah disana. Fokus akan membantumu merasa nyaman dan tidak stres dengan kerjaan kamu.

Saya tahu bahwa saya masih merasa bodoh. Kenapa? Saya terbiasa untuk beredar dan bergaul di banyak dunia. Ini sudah terbawa sejak jaman kuliah dulu. Saya beredar di bibli, menjadi volunteer di rumah kamu dan Sokola. Menjadi penyiar radio. Menjadi kontributor di portal musik, mengambil mata kuliah Public Relations. Ingin kuliah di luar negeri. Tapi sekarang merasa terjebak di marketing perusahaan online.

Saya masih ingat perkataan yang saya jabarkan untuk Fafa. Mungkin karena saya ingin membuat semuanya seimbang. Saya tetap bergaul disana, berada disitu, pergi kesini, hasilnya? Saya banyak link. Oke. Saya banyak pengetahuan. Oke. Tapi tidak semuanya saya fokus. Semuanya hanya berada di permukaan saja. Saya mau jadi volunteer, tapi sebagian hati saya masih ingin jalan di mall. Saya mau jadi penyiar radio, sebagian diri saya masih ingin bebas. Bodoh! Saya pun sebenarnya sudah mempunyai jawaban untuk semua statement itu. Saya membuka banyak jalan supaya mempunyai banyak jalan kabur ketika salah satu dunia itu runtuh dan menjadi tidak aman. Saya bisa bergaul di bibli selama seminggu penuh, tapi setelah itu saya akan balik ke spice boys lagi. Itulah yang terjadi. Saya tidak akan pernah konsen di satu titik dan perhatian saya selalu terbagi.

Perjalanan ini sebenarnya membuat saya lelah. Saya ingin dikenal sebagai apa? Sebagai blogger kah? Sebagai penyiar radio? Sebagai volunteer? Sebagai Public Relations? Sebagai pengejar beasiswa? Mau saya APA? Pertanyaan inilah yang pelan-pelan membawa saya kepada kesadaran mutlak. Bahwa saya harus memilih. Tidak bisa lagi masuk ke banyak dunia. Memang enak, memang bagus, tetapi saya tidak akan pernah total mengurus satu dunia. Karena perhatian yang selalu teralihkan.

Saat ini saya sudah memutuskan. Bahwa mimpi saya sebagian akan saya tanam perlahan. Niat untuk menjadi volunteer cukuplah dilakukan oleh orang lain. Mungkin saat ini saya tidak bisa membantu dalam bentuk tenaga. Mudah-mudahan besok saya bisa membantu dalam bentuk lain. Niat untuk serius di radio perlahan saya simpan dulu. Tidak usahlah terlalu terbebani dengan beban bahwa 5 tahun di radio akan menjadi sia-sia. Tidak akan yang sia-sia. Toh dari radio juga saya belajar untuk pede dan menghargai diri saya sendiri. Kalau memang jalan saya disana, pasti akan kembali juga. Niat saya untuk memburu beasiswa S2 saya simpan dulu. Sampai saya mempunyai jawaban, apa yang akan saya lakukan setelah S2? Kalau hanya untuk berjalan-jalan menikmati luar negeri, percayalah mimpi itu akan datang dengan caranya sendiri. Sekarang saya ingin fokus di dunia marketing online. Berusaha membangun mimpi bahwa saya bisa membantu banyak orang di dunia ini. Sambil belajar terus bagaimana menulis yang baik. Menjadi blogger yang bagus. Sambil memikirkan bagaimana menjadi seseorang yang lebih baik. Saya lupa satu hal, bahwa terkadang kita harus mengambil jalan lain untuk meraih mimpi. Selama kita masih terbayang-bayangi oleh banyak jalan lain, kita akan selalu bimbang.

Saatnya sekarang memilih satu jalan. Fokus kedepan. Toh, kalaupun dunia itu akan goyang, jalanannya rusak, jalan saja. Tidak perlu melarikan diri. Kita akan belajar berdewasa didalamnya. Dan diujung jalan itu akan ada mimpi yang selalu kita cari.

*ya Rabb, tolong perkuat hati ini supaya bisa ikhlas dan tetap fokus pada mimpi yang ingin dicapai. Sesungguhnya diri ini hanya manusia yang lemah yang akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan.

image ngembat dari sini dan sini