Monday, January 8, 2007

Kenapa harus ada?

Perhatianku sejenak tergantikan ketika sedang membaca majalah cinemags di depan Tv (yah, televisi hanya dijadikan backsound saja, karena saya memang lagi membaca) ketika satu potongan lagu dari Serius yang judulnya “hanya dia” mengalun.
Apakah Jomblo yang akan ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta kita ? (begh, mengenai ini pun apakah memang semurah itu film Indonesia kita? Belum setahun tayang di bioskop sudah ditayangkan di televisi, gimana mo ada nilai ekslusifnya, kalau misalnya kita melihat cuplikan film Indonesia yang akan tayang, pasti ada saja yang berkomentar, “tunggu aja, gak lama pasti nongol di tv kok”, halah!!!). ataukah lagunya seriues ini hanya iklan sesaat yang memunculkan kode ring back tone atau memang video klipnya? Ternyata bukan ketiga-tiganya. Jomblo memang akan muncul di televisi, tetapi dalam bentuk serial televisi, mini seri, a.k.a sinetron. HaH?!?!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! -----teriakan tidak rela-------
Sebenarnya berita ini sudah saya mencurigainya ketika saya membaca dari sang empunya Jomblo yaitu Adhitya Mulya, dan dia mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang menunggu kita di bulan Desember. Saya kira akan ada buku baru yang dia terbitkan (setelah Gege Mencari Cinta, tentu saja) tetapi ternyata dia berkehendak lain. Setelah melihat film Jomblo yang lumayan sukses di pasaran dengan membuat sesuatu yang beda, maka dia menyetujui untuk dibuat serial televisi Jomblo ini. Tidak rela, itu tanggapan dan reaksi saya yang utama, selain menolak tentu saja. Kenapa?
Sewaktu beredar rumor bahwa Jomblo akan difilm kan sendiri saya sudah sangaaaaaaaaaat tidak setuju. Egois? Bisa saja. Karena saya adalah pembaca buku. Dan saya sangat menghormati seorang Adhitya Mulya dan keempat ksatria Jomblo nya. Saya pun mendapati buku ini mempunyai cerita yang beda, yang bisa lahir dari seorang yang berkebangsaan Indonesia. Yang bisa menyamai sense humor ku yang memang sarkastis (saya kira cuman saya yang berpendapat begitu, tetapi ternyata seseorang menyadarinya juga!!!). Masih teringat ketika buku Jomblo itu ada di genggaman saya di pertengahan tahun 2004. saat itu masih cetakan pertama dan masih banyak yang belum mengetahui “kegilaan” keempat Jomblo ini. Setelah merampok dan merampas dari K’ Adi (maaf!!! Tapi saya terpaksa melakukannya) buku inilah yang pertama kali membuatku mendapat pandangan tidak rela dari orang yang naik angkot denganku. Barusannya saya mendapat buku yang membuat saya ketawa secara amoral di angkot. Asli saya tidak bisa menahannya! Dan buku inilah yang menurut saya bisa dijadikan referensi buku bagus. Dan kebanggaan saya masih terus berlanjut kepada sosok Adhitya ketika Gege Mencari Cinta hadir di tanganku. Sang istri pun tak kalah cantik tulisannya. Kok Putusin Gue? Dan Test Pack menjadi salah satu pion dari Gagas Media untuk kemudian menjadi komersil dan terjebak dalam permainan pasar.
Kembali ke persoalan Jomblo ini, saya pun bersikeras untuk tidak menonton film nya. Walaupun banyak sekali ulasan dan alasan yang membuat film ini menjadi must-seen-movie. Tapi saya beranggapan tidak. Walaupun banyak orang yang mengatakan film ini tidak terlalu jauh dari novelnya, tetapi saya beranggapan belum tentu. Dan memang begitu adanya. Saya trauma dengan novel-yang-difilmkan. Karena memang film dan buku adalah dua media yang berbeda. Jangan disamakan karena memang dasarnya sudah beda. Saya adalah pemimpi dan imajinatif. Saya sudah mekonstruksi semua scene dan adegan di kepalaku mengenai jalan cerita dari Jomblo ini. Dan tidak perlu ada visual lain yang nantinya merekonstruksi bayangan yang ada di dalam kepala saya. Tetapi saya mengerti mengapa Jomblo harus di filmkan. Karena memang Jomblo adalah sebuah buku yang bagus, cerita yang kuat dengan karakter-karakternya yang hidup. Saya tidak mau menjadi orang yang egois yang hanya menikmati sebuah karya yang memang bagus. Sudah seharusnya orang lain tahu bahwa ada Agus, Olip, Doni dan Bimo. Film bisa jadi menjadi media yang pas bagi mereka yang tidak mau membaca bukunya. Tetapi bagi saya itu semua sia-sia. Ketika perbandingan tetap saja terjadi, bagi mereka yang telah pernah membaca bukunya. Semua tidak seperti yang mereka harapkan. Dan saya tidak mau itu terjadi ke saya.
Rasanya Jomblo difilmkan sudah merupakan taraf-yang-bisa-dimaklumi dalam atmosfir hiburan di Indonesia. Tetapi ketika dijadikan serial televisi, WADUH!!!!!! Saya semakin tidak rela bin ikhlas melihat Jomblo dijadikan tontonan rendahan sekelas sinetron. Okelah ada beberapa nama besar di belakang serial televisi ini, tetapi tetap saja, SINETRON??? Huekz!!! Cukuplah dengan hancurnya AADC yang dijadikan serial televisi ini. Kenapa mesti ada serial televisi Jomblo? Apakah memang faktor supaya-orang-bisa-lebih-menikmati Jomblo lebih luas lagi? Ataukah ingin melihat si empat jejaka yang bermain di serial televisinya? Okelah katanya nantinya akan ada penambahan karakter mengenai jalan cerita para ksatria yang mencari cintanya. Akan ada perkembangan cerita. Tetapi waduh, bagaimana yah. Menurut saya Jomblo itu hanya ada Bimo, Doni, Olip, Agus, Lani, Dua anak kembar, dengan ending cerita yang sedih, cukup. Saya Cuma butuh itu. Selebihnya, maaf kepada seorang Adhitya Mulya, saya MUAK!!!!!!

No comments:

Post a Comment